Oleh
:
Ari
Eko Budiyanto
(Ari Kinjenk)
Abstrak
Karakter
merupakan kepribadian yang khas pada diri seseorang yang terbentuk karena
pengaruh lingkungannya. Kesenian tradisional di setiap daerah mempunyai arti
dan fungsi penting bagi masyarakatnya. Selain sebagai tontonan atau hiburan,
kesenian rakyat juga berfungsi sebagai media pendidikan. Kesenian topeng
lengger memuat ajaran etika dan estetika yang berbentuk penampilan visual dan
simbolisme hidup yang pada dasarnya dapat menuntun manusia menuju kesempurnaan
dan jati diri yang sejati.
Hal
yang menarik dari topeng lengger adalah dari penyajiannya, yaitu dari penyajian
gerak, iringan atau musik dalam hal ini adalah cakepan atau syair, tata busana
dan topeng-topeng nya yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter yang
dapat dijadikan pembelajaran bagi masyarakat sekitar maupun para pelaku
kesenian tersebut. Pembelajaran dalam hal ini adalah sebagai upaya pembentukan
karakter yang diterapkan pada diri sendiri maupun masyarakat. Makna simbolik
topeng lengger terdapat pada bentuk mata, hidung, mulut, warna, dan simbol pada
ornamen topeng.
Topeng
lengger Giyanti Wonosobo selain sebagai hiburan atau tontonan juga mengajarkan tentang nilai-nilai yang
terkandung sesuai dengan kearifan lokal sehingga dapat menjadikan pembelajaran
bagi masyarakat luas maupun para pelaku kesenian tradisional. Nilai-nilai
pendidikan karakter yang terkandung dalam kesenian topeng lengger dapat
diklasifikasikan sebagai nilai pendidikan karakter hubungannya dengan Tuhan,
diri sendiri, sesama, dan kebangsaan.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter,
Makna Simbolik, Topeng Lengger.
Pendahuluan
Kesenian rakyat merupakan hasil
proses kreasi masyarakat yang masih tradisional, tidak mempunyai aturan baku
dan penyajiannya dikemas secara sederhana. Settiap daerah mempunyai ciri khas
masing-masing dan daya tarik tersendiri. Ketika jaman dan perkembangan semakin
maju, kesenian rakyat pun mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Akan tetapi
kesenian rakyat yang telah mengalami perubahan tersebut tetap menunjukan ciri
khas tradisionalnya. Kehidupan seni tidak terlepas dengan bidang kehidupan
lainnya.
Kesenian mempunyai peranan dan
fungsi tertentu di dalam masyarakat (Sedyawati, 1986 : 4). Setiap kesenian
tradisional dalam masyarakat tertentu, pasti memiliki suatu makna dan fungsi
tertentu pula dalam lingkungan masyarakat tersebut. Seperti sebagai sarana
ritual,hiburan dan sebagai sarana pendidikan.
Pendidikan sebagai proses untuk
mencapai tujuan hidup seseorang sehingga menjadikan seseorang dianggap sempurna
dan mempunyai krreatifitas. Akan tetapi, dalam pendidikan tidak hanya
berhubungan dengan kreatifitas, ilmu pengetahuan dan teknologi belaka melainkan
juga tentang pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai tertentu dalam diri
seseorang.
Karakter merupakan kepribadian yang
khas pada diri seseorang yang terbentuk karena pengaruh lingkungannya. Oleh
karena itu untuk membentuk karakter yang baik pada seseorang maupun masyarakat
diperlukan lingkungan yang mendukung dan pendidikan karakter yang didasarkan
pada pemahaman moral, hal ini sependapat dengan pendapat Doni koesoema.bahwa
pendidikan karakter melibatkan didalamnya pemahaman dan penumbuhan nilai-nilai
moral (Koesoema,2007: 124).
Semakin berkembangnya jaman
kesadaran masyarakat terhadap kesenian tradisional sebagai media pendidikan
justru semakin berkurang. Yang mereka ketahui hanyalah sebagai tontonan dan
hiburan belaka. Padahal jika dipahami dan dihayati lebih dalam, kesenian tradisional
di setiap daerah mempunyai arti dan fungsi penting bagi masyarakatnya. Selain
sebagai tontonan atau hiburan, kesenian rakyat juga berfungsi sebagai media
pendidikan. Hal ini merupakan alasan utama yang mengharuskan kesenian rakyat
tetap dilestarikan dengan mengkaji maknanya.
Dari beberapa kesenian tradisonal yang
ada di kabupaten wonosobo, kesenian topeng
lengger merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional yang sangat populer
di masyarakat kabupaten wonosobo pada umumnya dan desa giyanti pada khususnya hingga
saat ini. Masyarakat wonosobo menyebutnya lenggeran.
Selain sebagai tontonan, hiburan,
dan ritual kesenian topeng lengger
juga berfungsi sebagai media pendidikan. Kesenian topeng lengger memuat ajaran etika dan estetika yang berbentuk penampilan
visual dan simbolisme hidup yang pada dasarnya dapat menuntun manusia menuju
kesempurnaan dan jati diri yang sejati.
Hal yang menarik dari topeng lengger adalah dari penyajiannya,
yaitu dari penyajian gerak, iringan atau musik dalam hal ini adalah cakepan atau syair, tata busana dan
topeng-topeng nya yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat
dijadikan pembelajaran bagi masyarakat sekitar maupun para pelaku kesenian
tersebut. Pembelajaran dalam hal ini adalah sebagai upaya pembentukan karakter
yang diterapkan pada diri sendiri maupun masyarakat luas.
Pembahasan
A. Sejarah Topeng Lengger
Keberadaan
kesenian topeng lengger yang
berkembang di kabupaten Wonosobo sampai saat ini belum diketahui secara pasti
kapan dan dari mana mulanya. Sampai saat ini belum ditemukan bukti-bukti
konkret yang menjelaskan tentang asal-usul kesenian lengger. Hal itu dikarenakan kesenian topeng lengger dianggap
sebagai warisan nenek moyang yang bersifat turun temurun dan dan ceritanya
disampaikan dari mulut ke mulut.
Ada
beberapa versi cerita dikalangan masyarakat mengenai cerita tentang kesenian topeng lengger di kabupaten Wonosobo.
Pertama bahwa lengger berasal dari
kata “leng” dan “ger”. Leng artinya suatu
lubang yang menjadi kerahasian kaum wanita, sedangkan Ger artinya jengger pada
ayam jago. Sehingga diartikan leng
itu perempuan dan ger itu laki-laki. Leng dan ger juga dihubungkan dengan linggayoni
(wawancara dengan bapak Kuat, pembuat topeng di desa Giyanti, Wonosobo pada
tanggal 11 september 2015). Anggapan tersebut menunjukan bahwa saat itu masih
berkembang agama Hindu.
Versi
kedua, topeng lengger dikaitkan
dengan kedatangan sunan Kalijaga. Pada versi ini ada pergeseran menjadi “elingo yo ngger” yang artinya ingatlah nak. Kata “lengger” disandingkan dengan kata “langgar” (mushola atau tempat peribadatan umat muslim). Dianggap
lebih dulu lengger dibandingkan langgar, karena sudah lebih dulu lengger sebelum masyarakat mengenal langgar. Syair tembangnya masih belum
mengajarkan kebaikan.
Dahulu
sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama islam dengan menggunakan kesenian
sejenis Tledek dan menggunakan topeng
untuk mengumpulkan massa.setelah terkumpul dan masyarakat bersenang-senang,
sunan Kalijaga membuka topeng dan berpesan “elinga
ngger marang maha kuasa lan manembaha ana ing langgar” ( ingatlah nak, sama
yang maha kuasa dan beribadah lah di mushola), kemudian dibangun langgar untuk tempat mereka berkumpul,
belajar, dan beribadah (wawancara dengan Bapak Fitra, aktivis kebudayaan
wonosobo. 10 mei 2015).
Versi
ketiga ada yang mengatakan bahwa lengger
berasal dari Tledek, dimana laki-laki
yang menjadi penarinya dan menggunakan kemben, rias cantik dan menarikan
sebagai perempuan. Kesenian lengger
selalu tidak lepas dari Emblek (jaran
kepang) dalam pementasannya. Pada Emblek
juga terdapat Barongan. Barongan sendiri diprediksi merupakan pengaruh dari
kebudayaan cina yang masuk dan berkembang di indonesia pada era kerajaan
kediri. Kemudian berkembang lagi ketika muncul cerita panji. Sehingga ada yang
mengatakan bahwa bahwa lengger merupakan bentuk penggambaran antara panji dan
dewi sekartaji (wawancara dengan Hendy, seniman Lengger. 11 september 2015).
Dari
beberapa versi diatas, menunjukan bahwa kesenian topeng lengger sudah ada sejak agama hindu berkembang di indonesia
dan kesenian tersebut berkembang setelah pengaruh masuknya agama islam. Menurut
Pigeaud dalam Wuryanto (1998: 17), kesenian lengger
mulanya merupakan suatu pertunjukan barongan yang didalamnya terdiri dari lengger dan penari badut, yang di iringi
dari berbagai instrument yaitu, angklung, gong tiup, kendang, dan keprak.
Lengger itu diperankan oleh seorang pemuda berbusana wanita.
Menurut
bapak kuat sekitar tahun 1980 an, kesenian topeng
lengger di dusun giyanti dikembangkan oleh Bapak Hadi Suwarno. Beliau yang
memperkenalkan penari lengger perempuan dengan pengemasan yang menarik. Saat
itu beliau mulai mengenalkan wayang orang, sehingga dalam mengembangkan topeng
lengger pada grupnya, dikemas dengan unsur-unsur wayang orang dan pada setiap
pertunjukannya menggunakan topeng sebagai karakteristik dalam setiap tahap
tariannya.
Seni
tidak ada yang benar-benar murni pasti ada pengaruh-pengaruhnya dan karena seni
itu hasil dari urbanisasi, tetapi memiliki ciri-ciri atau karakter sesuai
dengan masyarakat setempat. Hal ini yang menjadi tolak ukur perbandingan antara
kesenian tradisional masyarakat satu dengan yang lainnya sudah pasti
berbeda.
B. Kesenian
Kesenian
adalah salah satu input yang terdapat dalam unsur-unsur kebudayaan. Seni dapat
diartikan dalam aktifitas manusia, sedangkan kesenian sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia.
Dimanapun kesenian merupakan saalah satu perwujudan kebudayaan dan selalu
mempunyai peranan tertentu didalam masyarakat yang menjadi ajangnya. Ditinjau
dalam konteks kebudayaan, ternyata bahwa berbagai corak ragam kesenian yang ada
di indonesia terjadi karena adanya lapisan-lapisan kebudayaan yang bertumpuk
dari jaman ke jaman dan karena adanya berbagai lingkungan budaya yang hidup
berdampingan dalam satu masa sekarang ini.
Ditinjau
dalam konteks kemasyarakatan,ternyata bahwa jenis-jenis kesenian tertentu mempunyai
kelompok-kelompok pendukung tertentu sehingga mempunyai fungsi-fungsi yang
berbeda didalam kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda. Dengan demikian maka
perubahan fungsi dan perubahan bentuk pada hasil-hasil seni dapat pula
disebabkan oleh dinamika masyarakat (Sedyawati, 1986 : 4).
Rohidi
(2000: 11) menjelaskan bahwa kesenian memberikan pedoman terhadap berbagai
perilaku yang berhubungan dengan keindahan. Yang pada dasarnya mencakup
kegiatan berapresiasi. Pertama, kesenian menjadi pedoman bagi pelaku, penampil,
atau pencipta, untuk mengekspresikan kreasi artistiknya dan berdasarkan pengalamannya
mereka mampu memanipulasi media untuk menyajikan suatu karya seni. Yang kedua kesenian
memberikan pedoman kepada pemanfaat, pemirsa, atau penikmat untuk menyerap
karya seni, dan berdasarkan pengalaman mereka dapat melakukan apresiasi dengan
menyerap karya seni yang mengakibatkan tumbuhnya kesan-kesan estetik tertentu.
Dari
beberapa pendapat diatas,hal tersebut juga sama dengan topeng lengger yang ada
di dusun Giyanti, Wonosobo yang mempunyai ciri khas sebagai pembeda dengan
kelompok topeng lengger lainnya. Namun demikian tetap mempertahankan tradisi
daerahnya. Setiap kesenian tradisional dalam masyarakat tertentu, pasti
memiliki suatu makna dan fungsi tertentu pula dalam lingkungan masyarakat
tersebut.
C. Topeng
Topeng
merupakan visualisasi dari muka dewa, orang atau binatang. Visualisasi dari
muka dewa, orang, atau binatang tersebut sudah mengalami perubahan bentuk atau
deformasi sesuai imajinasi pembuatnya maupun sesuai kebiasaan daerah yang
bersangkutan (Wuryanto, 1998 : 13).
Sejak
sebelum agama islam hadir di Nusantara, Topeng menjadi kebutuhan spiritual,
sebagai sarana dalam melaksanakan ritus-ritus keagamaan, kepercayaan, dan
sebagai sarana pendidikan kaidah-kaidah moral dan etika yang sesuai dengan
ajaran leluhur yang sejiwa dengan ajaran keagamaan dan kepercayaan
(Wuryanto,1998 :20).
Topeng juga berfungsi sebagai
pelengkap dan sarana untuk meyelenggakan pertunjukan tari. Pertunjukan topeng
merupakan simbolisasi dari tujuan hidup dan nafsu manusia yang kemudian oleh
sunan kalijaga di visualisasikan dalam bentuk topeng sesuai peran dan
penokohannya. Sehingga menghasilkan topeng dengan berbagai corak, warna, dan
bentuk dengan karakter yang berbeda (Wuryanto, 1998 : 21-24).
Bentuk
dan karakter topeng sangat dipengaruhi oleh bentuk mata, hidung dan mulut
sebagai unsur pokok pada topeng itu sendiri secara keseluruhan. Akan tetapi
dalam mengekspresikan pada topeng, setiap daerah mempunyai ciri-ciri yang
berbeda (Wuryanto, 1998 : 30).
Makna Simbolik Topeng Lengger
Dalam
topeng lengger ada beberapa bentuk mata , hidung, dan mulut yang menggambarkan
karakternya, diantaranya :
1.
Bentuk
mata
a. Mata
liyepan (mata gabahan), yaitu bentuk mata seperti kulit padi, berkarakter
lembut, bijaksana, penyabar dan luhur budi pekertinya.
b. Mata
kedhelen, bentuk mata yang berkarakter jujur, tangkas, berani dan cerdas. Mata
kedhelen berbentuk seperti biji kedelai.
c. Mata
dondongan, bentuk mata yang berkarakter keras kepala, agak kasar, tangguh,
tetapi sifatnya kurang baik.mata ini berbentuk seperi buah kedondong.
d. Mata
plerokan, bentuk mata yang melirik., dan berkarakter genit, nakal dan agresif.
e. Mata
plelengan, yaitu bentuk mata yang berkarakter angkara murka, serakah, perkasa
tetapi keji.
f. Mata
kiyeran, bentuk mata yang berkarakter culas, licik, tidak bisa dipercaya tetapi
cerdas.
g. Mata
kelopan, bentuk mata yang berkarakter luhur, bijaksana, waskita, dan penyabar.
h. Mata
kero/juling, yaitu bentuk mata yang berkarakter humoris dan penyabar.
i.
Mata peten, bentuk mata yang berbentuk
seperti petai, bersifat licik, curang, kurang terpuji.
2.
Hidung
a. Hidung
walimiring, yaitu bentuk hidung yang
menyerupai pisau kecil, untuk tokoh yang berkarakter halus budi pekertinya dan
bijaksana.
b. Hidung
pangotan, yaitu bentuk hidung seperti pangot besar (pisau untuk membuat ukiran
kayu), untuk karakter panas, kasar, dan biasanya mulut bertaring.
c. Hidung
bentulan, yaitu bentuk hidung seperti pangot sedang, untuk ksatria gagahan,
tangkas dan berani.
d. Hidung
pisekan, yaitu bentuk hidung masuk kedalam atau pesek, bentuk karakter lucu,
trengginas dan cekatan.
e. Hidung
terongan, yaitu bentuk hidung seperti terong. Bentuk karakter sombong,angkuh,
tetapi humoris.
f. Hidung
belalai, yaitu bentuk hidung seperti belalai gajah. Menyimbolkan perpaduan
antara raksasa dengan binatang buas.
g. Hidung
betet, yaitu bentuk hidung seperti burung betet. Untuk karakter licik, suka
memihak, cerdik dan agak keji.
3.
Mulut
a. Mulut
mingkem yaitu bibir tertutup dan mempunyai karakter halus, lembut, jujur, dan
berbudi luhur.
b. Mulut
susah, mempunyai karakter sedih, kurang bersemangat, penuh kasih sayang dan
lembut. Hanya ada satu tokoh putri yaitu pada gondhang keli.
c. Mulut
mesem, yaitu bibir tersenyum rapat, mempunyai karakter periang, humoris,
lincah, dan menyenangkan.
d. Mulut
gusen tertawa, yaitu bibir tersenyum terlihat giginya dan berkumis. Mempunyai
karakter gagah, periang, tangkas dan penuh semangat. Biasanya untuk kesatria
yang bijaksana dan pemberani.
e. Mulut
mrenges, bibir tertawa terlihat giginya dan bertaring, mempunyai karakter
kasar, angkuh, trengginas, dan kejam.
f. Mulut
gusen njeber,yaitu bentuk mulut yang lucu mempunyai karakter penyabar, lucu,
bijaksana, setia, dan penuh pengabdian.
g. Mulut
ngablak, yaitu bentuk mulut terbuka lebar dan bertaring. Mempunyai karakter
kasar, murka, serakah, dan ingin menang sendiri. Biasanya untuk tokoh raksasa
dan hewan buas.
4.
Warna
dan simbol
a. Warna
putih, melambangkan sifat halus, jujur, rendah hati, penyabar dan bijaksana.
b. Warna
kuning, melambangkan sifat sombong, suka kemewahan, egois, dan tamak.
c. Warna
merah, melambangkan sifat kasar, pemarah, angkara murka, hanya mengandalkan
nafsu, dan kasar tindak tanduknya.
d. Warna
hijau telur, melambangkan sifat lembut, tenang, baik budi, penyayang, tetapi
pemurung, dan mudah cemas atau mudah susah.
e. Warna
hijau tua, melambangkan kesuburan, kegairahan hidup, kebersahajaan alami dan
suka kedamaian.
f. Warna
hitam melambangkan kekuatan, keteguhan dan ketabahan.
g. Warna
orange melambangkan keangkuhan, kebodohan, sok tahu, tetapi humoris.
h. Warna
biru muda melambangkan sifat sadis, dingin, kejam, tak berperasaan, dan tidak
mau terpengaruh situasi.
i.
Warna cokelat melambangkan sifat
ambisius, ingin menang sendiri, tamak, tinggi hati, dan serakah.
Kesenian merupakan
hasil proses kreasi dari masyarakat. Ketika kesenian itu masih berfungsi bagi
masyarakatnya, maka kesenian tersebut masih memiliki nilai bagi masyarakatnya,
baik itu nilai sosial, nilai hiburan, nilai moral, nilai estetika, maupun nilai
pendidikan.
Semakin berkembangnya jaman, kesadaran masyarakat
terhadap fungsi kesenian rakyat sebagai media pendidikan justru semakin hilang.
Yang mereka ketahui hanyalah sebagai tontonan dan hiburan saja. Padahal jika
dipahami dan dihayati lebih dalam, kesenian rakyat disetiap daerah mempunyai
arti dan fungsi penting bagi masyarakatnya. Selain sebagai tontonan atau
hiburan, kesenian rakyat juga berfungsi sebagai media pendidikan. Hal ini
merupakan alasan utama kesenian tradisional tetap dilestarikan dengan mengkaji
maknanya.
Topeng lengger, sebagai karya seni yang di ciptakan
oleh masyarakat, tentu memiliki tujuan yang berfungsi dalam kehidupannya. Topeng
lengger yang dibutuhkan dan berfungsi bagi masyarakatnya, maka didalamnya
mengandung berbagai nilai, sesuai dengan kemampuan masyarakatnya dalam
memaknai.akan tetapi masyarakat sekarang yang belum dapat memahami makna atau
nilai dibalik suatu karya seni. Fungsi topeng lengger pada masyarakat khususnya
di dusun Giyanti, tidak hanya berfungsi sebagai hiburan saja tetapi juga
sebagai sarana pendidikan. Hal itu menunjukan bahwa topeng lengger masih
dibutuhkan oleh masyarakat pendukungnya karena kesenian tersebut masih
berfungsi dan mengandung nilai yang sesuai dengan makna yang diberikan oleh
masyarakatnya. Akan tetapi sebagian besar masyarakat hanya memaknai topeng
lengger sebagai tontonan belaka.
Penyajian topeng lengger
Dalam penyajiannya topeng lengger terdiri dari
banyak tahap dalam pementasannya. Bentuk pementasannya awalnya berpatokan pada
parikan dan gending-gending lawas. Dengan gending-gending yang dihafalkan dan
dimainkan oleh masyarakat masyarakat setempat kemudian masyarakat mencoba untuk
membuat topengnya dalam setiap tahapnya. Berikut daftar tari topeng lengger
yang ada dalam pertunjukan tari topeng lengger beserta nama topengnya :
No
|
Nama tari dan Nama Topengnya
|
No
|
Nama tari dan Nama Topengnya
|
1
|
Adu gones
|
29
|
Kethek ogling
|
2
|
Angger denok
|
30
|
Kinandi sandung
|
3
|
Ayak-ayak (midodaren)
|
31
|
Kinayakan
|
4
|
Bes kopyor
|
32
|
Marmadi
|
5
|
Blenderan
|
33
|
Marmoyo
|
6
|
Blindri
|
34
|
Melik-melik
|
7
|
Bribil
|
35
|
Mendung-mendung
|
8
|
Cakar kombang
|
36
|
Menyan putih
|
9
|
Cao gletak
|
37
|
Mugo-mugo
|
10
|
Criping kuning
|
38
|
Ndelor keong
|
11
|
Eling-eling
|
39
|
Panembahan
|
12
|
Gambyong lengger
|
40
|
Pitik walik
|
13
|
Godril
|
41
|
Rangsang tuban
|
14
|
Gondang keli
|
42
|
Rangu-rangu
|
15
|
Gondariya
|
43
|
Samiran
|
16
|
Gondho suli
|
44
|
Sarindoro
|
17
|
Gothak-gatik
|
45
|
Sendhor
|
18
|
Gunung sari
|
46
|
Siripithi
|
19
|
Ijo-ijo
|
47
|
Sontoloyo
|
20
|
Jangkrik genggong
|
48
|
Sulasih
|
21
|
Jemblung
|
49
|
Sumyar
|
22
|
Jentik manis
|
50
|
Surung dayung
|
23
|
Jurang jero
|
51
|
Suthang walang
|
24
|
Kaji-kaji
|
52
|
Waelul
|
25
|
Kebo giro
|
53
|
Walang jui
|
26
|
Kembang gadung
|
54
|
Waru rengkek
|
27
|
Kembang jagung
|
55
|
Yeye
|
28
|
Kembang jeruk
|
56
|
|
Jumlah topeng yang digunakan dalam
tarian ini berjumlah 120 buah sesuai dengan jumlah tokoh dalam wayang. Hanya
saja, tidak semua topeng digunakan dalam pertunjukan. Digunakan atau tidaknya
sebuah topeng dalam pertunjukan sangat bergantung pada penimbal (pawang). Peran
penimbal dalam tari ini sangat penting, dia berperan sebagai dalang dalam
pertunjukan wayang kulit. Sebelum dimulai, penimbal akan menyerahkan sesaji dan
membaca do’a agar pertunjukan berjalan lancar dan tidak terjadi hal-hal yang
tidak diharapkan. Setelah berdo’a, penimbal akan mempersilahkan penari masuk ke
panggung. Disinilah penimbal mengatur topeng-topeng yang akan di tampilkan.
Topeng Lengger ini kental akan
aroma mistik, namun bukan hanya semata-mata untuk memunculkan aroma seram, tapi
lebih menekankan pada seni dan kebudayaan serta tradisi yang harus
dilestarikan. Karena di dalam perkembangan zaman yang serba teknologi ini,
banyak masyarakat di Kabupaten Wonosobo yang masih menjalankan seni tradisi
serta kebudayaan di daerahnya. Hal demikian patut diapresiasi untuk
meningkatkan kesadaran bahwa budaya lokal itu perlu dilestarikan dan dijaga.
Dalam
pementasannya, topeng lengger juga tidak semuanya dipentaskan dalam
pertunjukannya, biasanya hanya beberapa tarian disertai topengnya. Yang sering
dijumpai topeng lengger juga mempunyai beberapa urutan dalam pertunjukannya .
Topeng lengger ini mempunyai beberapa makna dan simbol yang terkandung dalam
beberapa tahap pertunjukannya, Yaitu :
1.
Badadana
Babadana
berasal dari kata babad yang berarti membersihkan dan dana berarti hutan.
Babadana ini bermakna untuk pembuka meminta keselamatan penari lengger agar
dalam pementasannya diberi keselamatan sampai acara selesai
2.
Sulasih
Tari
ini dimulai oleh penari topeng pria, yang bermaksud untuk mengundang roh
bidadari agar mau turun dan melindungi semua penari dalam pementasannya
3.
Kinayakan
Dalam
babak ini penari menggunakan topeng halus (alusan) sebagai pembuka atau selamat
datang kepada roh-roh .
4.
Bribil
Dalam
tari ini penari menggunakan topeng thelengan agak gecul yang menggambarkan rasa
cinta kasih menyimbolkan dayang turun bersatu dengan penari.
5.
Blenderan
Tari
ini blenderan ini menyimbolkan tentang wanita yang sedang bersolek karena masih
dalam perasaan rindu.
6.
Rangu-rangu
Penari
menggunakan topeng gagahan, tetapi ritme nya agak kasar. Dan tarian ini
menyimbolkan perasaan asmara yang begitu tinggi.
7.
Jangkrik genggong
Penari
menggunakan topeng gagahan, gerakannya kasar dan lincah sampai penari tersebut
lupa diri dan kemasukan roh. Tarian ini menyimbolkan tentang kesendirian dari
putri sekar taji yang kabur karena menolak untuk dijodohkan oleh ayahnya yaitu
prabu wijaya dengan prabu klono.
8.
Gondhang keli
Tarian
ini menggambarkan tentang seseorang yang sedih meratapi nasibnya yang sebatang
kara dan lupa diri sampai penari tersebut kemasukan ruh kabur kanginan. Tarian
ini unik karena dalam tariannya penari memakan bunga mawar merah dan putih,
minyak duyung dan bara api/api,bunga kantil untuk meminta sadar kembali.
9.
Sontoloyo
Penari
topeng menggunakan topi,layaknya komando yang gagah berani. Menegaskan tentang
pembawaan yang tegas dan berwibawa
10. Kebogiro
Penari
menggunakan topeng kerbau dan kemasukan roh kerbau yang ganas dan liar. Oleh
karena itu berdasarkan gerakan dan gambaran tarian tersebut dinamakan tari kebo
giro.
11. Gending
penutup
Merupakan
gending yang digunakan untuk mengakhiri pementasannya.
D.
Pendidikan
karakter
1.
Tujuan
dan fungsi pendidikan karakter
Karakter Pendidikan karakter
dapat dimaknai sebagai pendidikan yang mencakup pendidikan nilai, budi pekerti,
moral dan watak yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik
dalam memberi keputusan baik-buruk, memelihara yang baik dan mewujudkan
kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Rencana Aksi Nasional
Pendidikan Karakter Kementrian Pendidikan Nasional 2010-2014 revis2, 2011: 1).
Berdasarkan penjelasan tersebut, mengingat sedemikian penting cakupan
pendidikan karakter maka merupakan suatu keharusan proses pendidikan karakter
mencakup totalitas potensi peserta didik, baik dalam aspek kognitif, afektif
maupun psikomotorik.
Terkait dengan itu (dalam
Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter: 2011) digambarkan totalitas psikologis
dan sosiokultural ruang lingkup pendidikan karakter yang mencakup olah hati,
olah pikir, olahraga dan olah rasa serta olah karsa. Pada ruang lingkup olah
hati meliputi beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, bertanggung jawab,
berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan
berjiwa patriotik. Ruang lingkup olah piker meliputi cerdas, kritis, kreatif,
inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka, produktif, berorientasi ilmu
pengetahuan dan teknologi serta reflektif. Selanjutnya ruang lingkup olah raga
meliputi bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, handal, berdaya tahan,
bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria dan gigih. Sedangkan
pada ruang lingkup olah rasa dan karsa
meliputi ramah, saling menghargai, toleran, peduli, suka menolong,gotong royong,
nasionalis, kosmopoli, mengutamakan kepentingan umum, bangga menggunakan bahasa
dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras dan beretos kerja.
Menurut Lickona (dalam Risa
Rahayu pada Proceeding of The International Seminar on Character
Education, 2011) pendidikan karakter adalah sebagai bentuk usaha yang
disengaja untuk membantu seseorang dalam memahami, peduli dan bertindak
berdasarkan nilai-nilai etika inti. Selanjutnya beliau juga menambahkan bahwa
pendidikan karakter secara menyeluruh mencakup aspek pemikiran, perasaan dan
perilaku. Berdasarkan penjelasan Lickona tersebur menggambarkan bahwa dalam
pendidikan karakter melibatkan aspek pemikiran, perasaan dan perilaku. Melalui
pendidikan karakter yang baik dan efektif tentunya pembentukan, pengembangan
dan pemberdayaan ketiga aspek tersebut akan maksimal dan baik, dengan begitu
maka seseorang akan mempunyai pemahaman yang baik terhadap suatu nilai-nilai
yang berlaku dan dianggap baik oleh lingkungan dimana ia akan menyesuaikan
diri.
Nilai-nilai yang dimaksud
disini adalah nilai-nilai etika. Menurut Foerster (dalam Zaim Elmubarok: 2008)
ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter yang memunginkan manusia
melewati tahap individualitas menuju personalitas. Ciri-ciri dasar tersebut
adalah keteratura interior, koherensi keberanian dan otonomi serta keteguhan
dan kesetiaan. Pada keteraturan interior tindakan diukur berdasarkan tingkatan
nilai. Melalui koherensi keberanian mengakibatkan seseorang memegang teguh
prinsipnya, tidak mudah terombang-ambing pada situasi ataupun takut pada risiko
yang mungkin terjadi. Selanjutnya ciri otonomi terlihat dari penilaian atas
keputusan pribadi yang tidak terpengaruh dari desakan atau tekanan dri pihak
lain. Pada ciri yang keempat, yaitu keteguhan dan kesetian, keteguhan sebagai
daya tahan seseorang guna mengingini yang dipandang baik, sedangkan kesetiaan
sebagai komitmen pada yang dipilih.
Dari penjelasan diatas
penulis menyimpulkan bahwa pendidikan karakter bertujuan untuk menangkap nilai.
Nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai dalam kehidupan pribadi dan interaksi
sosial.
Pendidikan karakter berfungsi
: 1) Membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural. 2) membangun peradaban
bangsa yang cerdas,berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap
pengembangan kehidupan umat manusia, mngembangkan potensi dasar agar berhati
baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik. 3)
membangun sikap warga negara yang yang cinta damai, kreatif, mandiri dan mampu
hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni (kemendiknas, 2011:
7).
2.
Macam-macam
nilai pendidikan karakter
Ada beberapa nilai tertentu yang terdapat disetiap
pertunjukan tradisional secara Nilai-nilai pendidikan karakter dapat ditangkap
manusia melalui berbagai hal diantaranya, melalui keluarga, satuan pendidikan,
masyarakat, pemerintah, dunia usaha, media masa, dan sebagainya (kemendikbud,
2011:7). Termasuk melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya seni. Topeng lengger juga berperan penting sebagai
media pentransformasian sebuah nilai termasuk halnya nilai pendidikan karakter.
garis besar nilai-nilai yang terkandung dalam seni
pertunjukan tradisional dapat digunakan sebagai : 1) media pendidikan. 2) media
penerangan atau suatu wadah atau wahana untuk menyampaikan kritik sosial. 3)
media hiburan atau tontonan ( sujarno,2003 : 47).
Dalam pembahasan ini, unit atau satuan tematiknya di
dasarkan pada konsep yang mengklasifikasikan nilai pendidikan karakter menjadi
empat: nilai pendidikan karakter hubungannya dengan Tuhan, nilai pendidikan
karakter dengan diri sendiri, nilai pendidikan karakter dengan sesama, nilai
pendidikan karakter dengan lingkungan dan kebangsaan (Asmani, 2011: 36-40).
Landasan konseptual tersebutlah yang menjadi unit tematiknya.
Kandungan nilai-nilai pendidikan
karakter dalam topeng lengger
Kesenian rakyat disetiap daerah mempunyai arti dan
fungsi penting, bagi masyarakatnya. Selain sebagai tontonan dan hiburan
kesenian rakyat juga berfungsi sebagai media pendidikan. Dalam hal ini topeng
lengger di desa Giyanti, Wonosobo, selain berfungsi sebagai sarana hiburan juga
mengandung nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dijadikan pembelajaran bagi
masyarakat di sekitar maupun para pelaku kesenian tersebut. Nilai-nilai
pendidikan karakter pada topeng lengger selain dapat dilihat pada unsur gerak,
iringan atau musik, cakepan atau parikan, busana, juga bisa dilihat dari bentuk
karakter topengnya dalam setiap pertunjukannya.
1. Nilai
pendidikan karakter hubungannya dengan Tuhan
Pada
dasarnya manusia harus selalu berhubungan dengan Tuhan. Topeng lengger
mengajarkan beberapa tuntunan moral yang merupakan bagian dari pendidikan
karakter. Nilai karakter hubungannya dengan Tuhan bersifat religius, yang
ditujukan untuk memperbaiki karakter individu yang berhubungan dengan Tuhan
maupun kepercayaannya. Dalam setiap pementasannya, wujud nilai-nilai pendidikan
karakter hubungannya dengan Tuhan atau religius meliputi taqwa kepada Tuhan,
meningat Tuhan, menyembah Tuhan, memohon kepada Tuhan, dan bersyukur kepada
Tuhan. Nilai pendidikan karakter yang berhubungan dengan Tuhan terlihat pada
prosesi ritual sebelum pertunjukan pertunjukan dimulai.
Masyarakat di desa Giyanti, menganggap ritual
sebagai wujud permohonan untuk keberkahan. Meskipun mayoritas masyarakat desa
Giyanti beragama islam, mereka masih mempercayai hal tersebut. Dalam
pertunjukan topeng lengger, ritual dianggap sebagai wujud permohonan untuk
keberkahan dan kelancaran selama pertunjukan. Selain itu juga merupakan suatu
ungkapan rasa sukur kepada Tuhan atas kesempatan dan riski yang diberikan. Oleh
karena itu dalam prosesi ritual biasanya menggunakan sesaji yan terdiri dari
macam-macam minuman, buah-buahan, sayuran, jajanan pasar, rokok, dan bunga.
Sesaji diletakkan ditempat pertunjukan, biasanya ditempatkan dekat dengan
topeng-topeng yang akan digunakan. Selain itu juga diletakkan di bawah alat
musik gong.
Membakar dupa maupun kemenyan adalah salah satu
kegiatan yang juga dilakukan dalam prosesi ritual. Dilihat dari asap yang
mengepul keatas, mengajarkan bahwa kita harus menyembah yang diatas (Tuhan)
sesuai kepercayaan. Meskipun pada kenyataannya Tuhan tidak diatas, melainkan
ada dihati masing-masing umatnya.
2. Nilai
pendidikan karakter hubungannya dengan diri sendiri
Beberapa
nilai pendidikan karakter bukan hanya pada syair, kostum, dan gerak tarian
semata, tetapi juga pada karakter topengnya. Bentuk dan karakter topeng sangat
dipengaruhi oleh bentuk mata, hitung dan mulut sebagai unsur pokok pada topeng
itu (Wuryanto, 1998: 30).
Seperti
halnya dalam topeng kinayakan termasuk dalam topeng gagahan, yang mempunyai
karakter kesatria, jujur, tangkas, pemberani, dan cerdas. Nilai pendidikan
karakter ini digambarkan bahwa sosok seorang pemimpin adalah sosok teladan bagi
rakyatnya, harus mempunyai karakter ksatria, bijaksana, jujur, tangkas,
pemberani, dan cerdas. Seorang laki-laki harus mempunyai karakter tersebut.
Karena ia akan menjadi pemimpin dalam keluarganya.
Penggunaan
topeng merupakan simbol pembatas hawa nafsu manusia. Ketika manusia tidak mampu
mengendalikan hawa nafsunya, maka ia akan terjerumus pada suatu keburukan. Hal
itu tergambar pada penari topeng yang mengalami trance. Sikap kebijaksaan dalam mengendalikan hawa nafsu inilah
termasuk dalam nilai pendidikan karakter.
3. Nilai
pendidikan karakter hungannya dengan sesama
Pada
dasarnya manusia sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial, dengan
cara hidup berdampingan dengan orang lain. Maka dari itu, sebagai makhluk
sosial juga harus dapat menjalin dengan hubungan baik dengan bersikap baik
dengan sesama.
Nilai
pendidikan karakter hubungannya dengan sesama dalam topeng lengger adalah
berupa kebersamaan, gotong royong, kerjasama, toleransi, sopan santun, dan
cinta damai. Nilai-nilai tersebut terlihat jelas dalam pementasannya, dari
mulai persiapan sebelum pentas sampai selesainya pementasan topeng lengger
tersebut.
4. Nilai
pendidikan karakter hubungannya dengan kebangsaan
Generasi
penerus bangsa yang dapat membangun bangsa dengan baik adalah generasi yang
berkarakter baik. Nilai pendidikan karakter hubungannya dengan bangsa dapat
berupa nasionalis dan cinta tanah air. Hal ini bisa dilihat dari syair dalam
pementasan yang berbunyi :
Timun sigarane, ayo mbangun
negarane
Tuku brambang sak sen lima, Berjuang
labuh negara
Kembang menur semebar ing pinggir
sumur,
Ayo kanca pada sing jujur dimen
negarane makmur.
(Terjemahan
:
Belahan mentimun, ayo membangun negara
Membeli
bawang merah satu sen dapat lima, berjuang membela negara.
Bunga
menur tersebar di pinggir sumur,
Ayo
teman bersikaplah jujur agar neganya makmur.)
#syair
pada topeng lengger kinayakan
Beberapa
syair yang berbentuk parikan diatas, mengajarkan tentang nilai-nilai pendidikan
karakter hubungannya dengan kebangsaan, yaitu semangat kebangsaan dan cinta
tanah air. Dengan harapan dapat memajukan serta membela bangsa dan negara.
Penanaman sikap nasionalis dan cinta tanah air pada pada generasi muda
merupakan bentuk pendidikan karakter.
Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan
kesimpulan yang sudah dijabarkan diatas terkandung nilai-nilai pendidikan
karakter. Bahwa topeng lengger Giyanti Wonosobo selain sebagai hiburan atau
tontonan semata juga mengajarkan tentang nilai-nilai yang terkandung sesuai
dengan kearifan lokal sehingga dapat menjadikan Pembelajaran bagi masyarakat
luas maupun para pelaku kesenian tradisional tersebut. Nilai-nilai pendidikan
karakter yang terkandung dalam kesenian topeng lengger,dapat diklasifikasikan
sebagai nilai pendidikan karakter hubungannya dengan Tuhan, diri sendiri,
sesama, dan kebangsaan.
Dalam
nilai-nilai pendidikan karakter kesenian topeng lengger hubungannya dengan
Tuhan, yaitu dengan cara bertaqwa, menyembah, dan memohon hanya kepada Tuhan,
serta selalu bersyukur kepada Tuhan.
Dalam
nilai-nilai pendidikan karakter hubungannya dengan diri sendiri dalam topeng
lengger yaitu mengajarkan agar setiap individu dapat mengutamakan pendidikan
untuk pribadinya. Pendidikan dalam hal ini menanamkan kebiasaan yang baik, merasakan
dengan bak, dan berperilaku yang baik.
Dalam
nilai-nilai pendidikan karakter hubungannya dengan sesama, yaitu mengajarkan
bahwa manusia membutuhkan orang lain dan membiasakan berbuat baik terhadap
sesama. Nilai tersebut berupa ramah, menjalin kebersamaan, dan bekerja sama
dengan orang lain maupun masyarakat sekitar.
Dalam
nilai-nilai pendidikan karakter hubungannya dengan kebangsaan, topeng lengger
mengajarkan sebagai warga negara yang baik agar mempunyai semangat kebangsaan
dan mencintai tanah airnya. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung
dalam topeng lengger tersebut sangat
berperan dalam pembentukan kepribadian bangsa yang bermartabat dan berkarakter.
B. Saran
Berdasarkan
paparan diatas penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :
1. Untuk
pelaku kesenian topeng lengger, khususnya di desa Giyanti Wonosobo, agar selalu
memberikan pembinaan kepada generasinya mengenai penggunaan gerak dan properti
pada setiap tarian harus menyesuaikan karakter topeng pada setiap babaknya.
2. Untuk
pelaku kesenian topeng lengger juga dalam menyajikan kesenian tersebut tidak
hanya sekedar menyajikan saja, tetapi juga memahami dengan baik nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya.
3.
Untuk penikmat seni, bukan hanya
menhadiri untuk menonton atau sebagai hiburan semata, tetapi bisa memahami dan
memaknai suatu nilai-nilai yang terkandung pada pementasan topeng lengger
tersebut.
Daftar pustaka
Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. Buku panduan internalisasi pendidikan karakter sekolah. Yogyakarta.
Diva Press.
Kementrian Pendidikan Nasional Badan Peneliti Dan
Pengembangan Pusat Kurikulum Dan Perbukuan. 2011. Panduan pelaksaan pendidikan karakter. Jakarta : Puskurbuk.
Koesoema A, Doni. 2007. Pendidikan karakter strategi
mendidik anak di zaman global. Jakarta : PT Grasindo.
Rohendi Rohidi, tjetjep Dkk. 1994. Pendekatan sistem sosial budaya dalam
pendidikan. Semarang : IKIP Semarang Press.
Rohendi Rohidi, tjetjep. 2000. Kesenian dalam pendekatan kebudayaan. Bandung : STISI Press Bandung.
Sedyawati, Edi. 1984. Press tari, tinjauan dari berbagai segi. Jakarta : Dunia Pustaka
Jaya.
Sujarno.2003. seni
pertunjukan tradisional , nilai, fungsi, dan tantangannya. Yogyakarta.
Kementrian kebudayaan dan pariwisata.
Wuryanto,
Agus. 1998. Topeng lenggeran di kabupaten
wonosobo.skripsi S1. Yogjakarta: jurusan seni murni fakultas seni rupa
institut seni indonesia Yogyakarta.