Rabu, 18 November 2020

( GENDUREN ) AKULTURASI BUDAYA JAWA ISLAM DI DESA PUCUNG KEREP, KECAMATAN KALIWIRO,WONOSOBO

 ( GENDUREN ) 

AKULTURASI BUDAYA JAWA ISLAM DI DESA PUCUNG KEREP, KECAMATAN KALIWIRO,WONOSOBO

 

Masyarakat jawa atau tepatnya suku bangsa jawa, secara antropologi budaya adalah orang yang di dalam kehidupan kesehariannya menggunakan bahasa jawa dengan berbagai ragam dialeknya secara turun temurun. Masyarakat jawa sejak zaman prasejarah memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme. Mereka beranggapan bahwa dalam benda-benda atau tumbuhan tersebut memiliki kekuatan gaib. Kebudayaan yang ada di masyarakat jawa sebelum datangnya agama di tanah jawa yaitu bagaimana cara mereka menghormati para leluhur mereka dengan cara memberikan sesaji lewat upacara-upacara kedaerahan sesuai dengan kepercayaan mereka.

Kebudayaan dalam masyarakat dimulai dengan fakta bahwa setiap individu mempunyai buah budi atas harkat dan martabatnya yang beradab yang dituangkan oleh rasa, karsa dan hasilnya kebudayaan. Kebudayaan merupakan suatu bentuk nyata dari hasil buah budi oleh masyarakat yang beradab, dan masyarakat menjadi bukti terhadap adanya kebudayaan. Kenyataan kebudayaan ada dalam masyarakat terlihat di dalam aktivitas individu-individu untuk memenuhi kebutuhanya secara lahiriah maupun batiniah dan diperlihatkan oleh hubungan interaksinya yang kompleks dalam tata kehidupan. Kebudayaan merupakan suatu kebutuhan integrative manusia, yaitu suatu kebutuhan manusia sebagai makluk pemikir, bermoral dan bercita rasa. Di desa pucung kerep ini, alkulturasi kebudayaan sebagai hasil dari buah budi manusia yang berasa, karsa dan cipta oleh adanya interaksi sosial maupun individu dalam percampuran dua etnis kebudayaan yaitu Jawa dan islam.

Dengan populasi terbesar di indonesia dengan sebagian besar masyarakatnya masih memegang begitu kuat tradisi lama menjadi masyarakat jawa salah satu objek kajian menarik dalam mengungkap sisi budaya, adat, dan kehidupan beragamanya. Selain itu, telah begitu banyak catatan sejarah yang menjadikan masyarakat jawa sebagai tokoh utama sejarah itu. Mulai dari sejarah perkembangan hindu-budha, penguasa nusantara pertama yaitu majapahit, islamisasi indonesia hingga pada tataran perjuangan perebutan kemerdekaan dan pengendali utama kehidupan bernegara hingga saat ini.

Tidak dapat dipungkiri masyarakat jawa menjadi hal yang dominan di negeri ini. Dengan corak sebagian besar  masyarakatnya yang mengasih memegang kuat prinsip tradisional maka masyarakat jawa masih kental dengan secratisme yang menarik untuk di pelajari khususnya akulturasinya dengan kaidah kehidupan islam.

Etis atau etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti sikap yang menjadi kebiasaan dalam kamus besar bahasa indonesia etika berarti ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta berkaitan dengan hak dan kewajiban.Masyarakat jawa adalah masyarakat yang benar-benar menjunjung tinggi etika dalam setiap interaksi kehidupan. Etika masyarakat jawa bukan tumbuh berasal dari kebudayaan islam, melainkan telah ada dan berkembang dari masa pra-Hindu. Masyarakat jawa memegang dengan kuat prinsip beretika dalam setiap interkasi karena prinsip inilah yang menjadi kunci kerukunan dan kesatuan masyarakat jawa.

Tradisi genduren atau selamatan, yang merupakan tradisi yang turun temurun dari masyarakat Jawa kuno, hingga kini masih banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat pucung kerep, wonosobo. Pada tarap tertentu bahkan dapat dikatakan bahwa tradisi genduren masih mendominasi struktur berpikir sebagian besar masyarakat wonosobo, sehingga tradisi ini masih dilakukan dalam konteks bersukur dengan cara memberikan makanan kepada masyarakat yang dating pada acara tersebut.

Dalam buku Pengantar Ilmu Antropologi karangan Koentjaraningrat (2002:227) Ada juga proses perkembangan kebudayaan umat manusia pada umumnya dan bentuk-bentuk kebudayaan yang sederhana, hingga bentuk-bentuk yang makin lama makin kompleks, yaitu evolusi kebudayaan (cultural evolution). Kemudian ada proses penyebaran kebudayaan-kebudayaan secara geografi, terbawa oleh perpindahan bangsa-bangsa di muka bumi, yaitu proses difusi (diffusion). Proses lain adalah proses belajar unsur-unsur kebudayaan asing oleh warga suatu masyarakat , yaitu alkulturasi (acculturation) dan asimilasi (assimilation).

Alkulturasi kebudayaan adalah proses perpaduan antara dua kebudayaan atau lebih sehinga menghasilkan bentuk kebudayaan baru, tetapi unsur-unsur penting dari kebudayaan lama dan kebudayaan baru tersebut masih terlihat. Hal tersebut bisa terjadi jika kedua kebudayaan atau lebih tersebut tidak terjadi keantagonisan ataupun pertentangan, tetapi terjadi interaksi yang melahirkan beberapa kebudayaan yang baru sebagai bentuk perpaduan.

Proses difusi perpindahan kebudayaan masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia pada dasarnya dilakukan dengan jalan damai melalui beberapa jalur/saluran yaitu melalui perdagangan seperti yang dilakukan oleh pedagang Arab, Persia dan Gujarat. Pada Awal abad XVIII agama Islam sudah mulai berkembang luas didaerah Wonosobo. Seorang tokoh penyebar agama Islam yang sangat terkenal masa itu adalah Kyai Asmarasufi yang dikenal pula sebagai menantu Ki Wiroduta salah seorang penguasa Wonosobo. Kyai Asmarasufi pendiri masjid Dukuh Bendosari dipercaya sebagai "Cikal Bakal" atau tokoh yang kemudian menurunkan para ulama islam dan pemilik Pondok Pesantren terkenal yang ada di Wonosobo.

“Arthur Reginarld Radcliffe-Browen dalam Ihromi (2006:61) merasa bahwa berbagai aspek perilaku sosial, bukanlah berkembang untuk memuaskan kebutuhan individual, tapi justru timbul untuk mempertahankan struktur sosial masyarakat. Menurut Arthur struktur sosial dari suatu masyarakat adalah seluruh jaringan dari hubungan-hubungan sosial yang ada.” 

Bagi masyarakat Muslim Wonosobo, genduren diartikan sebagai; Pertama, selamatan waktu panen hasil bumi. genduren merupakan bagian dari tradisi slametan di Jawa, sementara puncak dari acara slametan adalah makan bersama atau dibawakan suatu makanan yang dibungkus dalam wadah (berkat). Genduren diartikan sebagai tradisi melestarikan budaya leluhur dan berarti sedekah kepada sesama. Adapun genduren dilihat dari perspektif teologis masyarakat wonosobo, ditemukan bahwa; pertama, genduren baik dalam bentuknya yang asli atau sudah terislamisasi adalah tradisi jawa (kejawen) yang mempunyai nilai-nilai kemusyrikan (syirik), sehingga harus dihapus dan dihilangkan. Kedua, genduren yang sudah diisi dengan nilai-nilai keislaman, seperti sedekah, pengajian, shalawatan, dzikiran, manaqiban, dan khataman adalah perbuatan Islami. dan diperbolehkan, tidak ada unsur syirik, khurafat, dan takhayulnya. Ketiga, genduren dalam bentuk aslinya yang masih percaya pada roh nenek moyang adalah bagian dari kekayaan budaya Jawa yang harus dilestarikan, karena merupakan cara sesepuh Jawa dahulu mendidik masyarakat menjadi lebih baik dan beradab.

 Adanya akulturasi Islam dengan budaya Jawa pada genduren terlihat dalam ; Pertama, penggunaan peci dan pakaian yang pantas untuk ibadah yang dipakai oleh peserta genduren. Kedua, ritual potong rambut yang dalam Islam disebut tahallul, yang disunahkan bagi para jama’ah haji dan anak kecil yang diakekahi. Ketiga, bacaan-bacaan dalam prosesi genduren yang menggunakan kata-kata basmalah, syahadat, tahlil dan hauqalah. Keempat, adanya sedekah (sesaji) dalam genduren yang sama seperti shadaqah dalam Islam. Kelima, Tatacara genduren yang sudah bergeser dari bentuk aslinya dengan menaruh sesaji di pohon-pohon besar maupun tempat yang dianggap sakral menjadi pengajian, shalawatan, dzikiran, dan manaqiban.   

Dari fenomena tersebut ada hubungan terstruktur antara kebudayaan Jawa dan Islam yang melahirkan alkulturasi kebudayaan baru tetapi ciri-ciri kebudayaan lama masih dipertahankan dan saling berfungsi antara kebudayaan lama dan kebudayaan baru dalam masyarakat. Fungsi dari alkulturasi kebudayaan baru tersebut dalam masyarakat jawa,khususnya di pucung kerep, kaliwiro, wonosobo adalah sebagai tata laku sosial saat ini dari masyarakat penganut dan pendukungnya.


 Daftar Pustaka

 

· Abuddin, Nata.2001.Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

 

· Jazuli, M. 2011. SOSOLOGI Seni “Pengantar dan Model Studi Seni”. Surakarta: Program Buku Teks Lembaga Pengambangan Pendidikan UNS.

 

· Koentjaraningrat. 2002. PENGANTAR ILMU ANTROPOLOGI. Jakarta : PT. RINEKA CIPTA.

· PaEni, Muklis. 2009. SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA “SENI RUPA DAN DESAIN”. Jakarta: Kharisma Putra Utama Offset.

· Rityzer, George. 1992. Sosiologi Seni Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Press.

Senin, 20 Februari 2017

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MAKNA SIMBOLIK TOPENG LENGGER WONOSOBO



 Oleh :
Ari Eko Budiyanto
(Ari Kinjenk)

Abstrak
Karakter merupakan kepribadian yang khas pada diri seseorang yang terbentuk karena pengaruh lingkungannya. Kesenian tradisional di setiap daerah mempunyai arti dan fungsi penting bagi masyarakatnya. Selain sebagai tontonan atau hiburan, kesenian rakyat juga berfungsi sebagai media pendidikan. Kesenian topeng lengger memuat ajaran etika dan estetika yang berbentuk penampilan visual dan simbolisme hidup yang pada dasarnya dapat menuntun manusia menuju kesempurnaan dan jati diri yang sejati.
Hal yang menarik dari topeng lengger adalah dari penyajiannya, yaitu dari penyajian gerak, iringan atau musik dalam hal ini adalah cakepan atau syair, tata busana dan topeng-topeng nya yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dijadikan pembelajaran bagi masyarakat sekitar maupun para pelaku kesenian tersebut. Pembelajaran dalam hal ini adalah sebagai upaya pembentukan karakter yang diterapkan pada diri sendiri maupun masyarakat. Makna simbolik topeng lengger terdapat pada bentuk mata, hidung, mulut, warna, dan simbol pada ornamen topeng.
Topeng lengger Giyanti Wonosobo selain sebagai hiburan atau tontonan  juga mengajarkan tentang nilai-nilai yang terkandung sesuai dengan kearifan lokal sehingga dapat menjadikan pembelajaran bagi masyarakat luas maupun para pelaku kesenian tradisional. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam kesenian topeng lengger dapat diklasifikasikan sebagai nilai pendidikan karakter hubungannya dengan Tuhan, diri sendiri, sesama, dan kebangsaan.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Makna Simbolik, Topeng Lengger.
Pendahuluan
Kesenian rakyat merupakan hasil proses kreasi masyarakat yang masih tradisional, tidak mempunyai aturan baku dan penyajiannya dikemas secara sederhana. Settiap daerah mempunyai ciri khas masing-masing dan daya tarik tersendiri. Ketika jaman dan perkembangan semakin maju, kesenian rakyat pun mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Akan tetapi kesenian rakyat yang telah mengalami perubahan tersebut tetap menunjukan ciri khas tradisionalnya. Kehidupan seni tidak terlepas dengan bidang kehidupan lainnya.
Kesenian mempunyai peranan dan fungsi tertentu di dalam masyarakat (Sedyawati, 1986 : 4). Setiap kesenian tradisional dalam masyarakat tertentu, pasti memiliki suatu makna dan fungsi tertentu pula dalam lingkungan masyarakat tersebut. Seperti sebagai sarana ritual,hiburan dan sebagai sarana pendidikan.
Pendidikan sebagai proses untuk mencapai tujuan hidup seseorang sehingga menjadikan seseorang dianggap sempurna dan mempunyai krreatifitas. Akan tetapi, dalam pendidikan tidak hanya berhubungan dengan kreatifitas, ilmu pengetahuan dan teknologi belaka melainkan juga tentang pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai tertentu dalam diri seseorang.
Karakter merupakan kepribadian yang khas pada diri seseorang yang terbentuk karena pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu untuk membentuk karakter yang baik pada seseorang maupun masyarakat diperlukan lingkungan yang mendukung dan pendidikan karakter yang didasarkan pada pemahaman moral, hal ini sependapat dengan pendapat Doni koesoema.bahwa pendidikan karakter melibatkan didalamnya pemahaman dan penumbuhan nilai-nilai moral (Koesoema,2007: 124).
Semakin berkembangnya jaman kesadaran masyarakat terhadap kesenian tradisional sebagai media pendidikan justru semakin berkurang. Yang mereka ketahui hanyalah sebagai tontonan dan hiburan belaka. Padahal jika dipahami dan dihayati lebih dalam, kesenian tradisional di setiap daerah mempunyai arti dan fungsi penting bagi masyarakatnya. Selain sebagai tontonan atau hiburan, kesenian rakyat juga berfungsi sebagai media pendidikan. Hal ini merupakan alasan utama yang mengharuskan kesenian rakyat tetap dilestarikan dengan mengkaji maknanya.
Dari beberapa kesenian tradisonal yang ada di kabupaten wonosobo, kesenian topeng lengger merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional yang sangat populer di masyarakat kabupaten wonosobo pada umumnya dan desa giyanti pada khususnya hingga saat ini. Masyarakat wonosobo menyebutnya lenggeran.
Selain sebagai tontonan, hiburan, dan ritual kesenian topeng lengger juga berfungsi sebagai media pendidikan. Kesenian topeng lengger memuat ajaran etika dan estetika yang berbentuk penampilan visual dan simbolisme hidup yang pada dasarnya dapat menuntun manusia menuju kesempurnaan dan jati diri yang sejati.
Hal yang menarik dari topeng lengger adalah dari penyajiannya, yaitu dari penyajian gerak, iringan atau musik dalam hal ini adalah cakepan atau syair, tata busana dan topeng-topeng nya yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dijadikan pembelajaran bagi masyarakat sekitar maupun para pelaku kesenian tersebut. Pembelajaran dalam hal ini adalah sebagai upaya pembentukan karakter yang diterapkan pada diri sendiri maupun masyarakat luas.
Pembahasan
A.  Sejarah Topeng Lengger
Keberadaan kesenian topeng lengger yang berkembang di kabupaten Wonosobo sampai saat ini belum diketahui secara pasti kapan dan dari mana mulanya. Sampai saat ini belum ditemukan bukti-bukti konkret yang menjelaskan tentang asal-usul kesenian lengger. Hal itu dikarenakan kesenian topeng lengger dianggap sebagai warisan nenek moyang yang bersifat turun temurun dan dan ceritanya disampaikan dari mulut ke mulut.
Ada beberapa versi cerita dikalangan masyarakat mengenai cerita tentang kesenian topeng lengger di kabupaten Wonosobo. Pertama bahwa lengger berasal dari kata “leng” dan “ger”. Leng artinya suatu lubang yang menjadi kerahasian kaum wanita, sedangkan Ger artinya jengger pada ayam jago. Sehingga diartikan leng itu perempuan dan ger itu laki-laki. Leng dan ger juga dihubungkan dengan linggayoni (wawancara dengan bapak Kuat, pembuat topeng di desa Giyanti, Wonosobo pada tanggal 11 september 2015). Anggapan tersebut menunjukan bahwa saat itu masih berkembang agama Hindu.
Versi kedua, topeng lengger dikaitkan dengan kedatangan sunan Kalijaga. Pada versi ini ada pergeseran menjadi “elingo yo ngger” yang artinya ingatlah nak. Kata “lengger” disandingkan dengan kata “langgar” (mushola atau tempat peribadatan umat muslim). Dianggap lebih dulu lengger dibandingkan langgar, karena sudah lebih dulu lengger sebelum masyarakat mengenal langgar. Syair tembangnya masih belum mengajarkan kebaikan.
Dahulu sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama islam dengan menggunakan kesenian sejenis Tledek dan menggunakan topeng untuk mengumpulkan massa.setelah terkumpul dan masyarakat bersenang-senang, sunan Kalijaga membuka topeng dan berpesan “elinga ngger marang maha kuasa lan manembaha ana ing langgar” ( ingatlah nak, sama yang maha kuasa dan beribadah lah di mushola), kemudian dibangun langgar untuk tempat mereka berkumpul, belajar, dan beribadah (wawancara dengan Bapak Fitra, aktivis kebudayaan wonosobo. 10 mei 2015).
Versi ketiga ada yang mengatakan bahwa lengger berasal dari Tledek, dimana laki-laki yang menjadi penarinya dan menggunakan kemben, rias cantik dan menarikan sebagai perempuan. Kesenian lengger selalu tidak lepas dari Emblek (jaran kepang) dalam pementasannya. Pada Emblek juga terdapat Barongan. Barongan sendiri diprediksi merupakan pengaruh dari kebudayaan cina yang masuk dan berkembang di indonesia pada era kerajaan kediri. Kemudian berkembang lagi ketika muncul cerita panji. Sehingga ada yang mengatakan bahwa bahwa lengger merupakan bentuk penggambaran antara panji dan dewi sekartaji (wawancara dengan Hendy, seniman Lengger. 11 september 2015).
Dari beberapa versi diatas, menunjukan bahwa kesenian topeng lengger sudah ada sejak agama hindu berkembang di indonesia dan kesenian tersebut berkembang setelah pengaruh masuknya agama islam. Menurut Pigeaud dalam Wuryanto (1998: 17), kesenian lengger mulanya merupakan suatu pertunjukan barongan yang didalamnya terdiri dari lengger dan penari badut, yang di iringi dari berbagai instrument yaitu, angklung, gong tiup, kendang, dan keprak. Lengger itu diperankan oleh seorang pemuda berbusana wanita.
Menurut bapak kuat sekitar tahun 1980 an, kesenian topeng lengger di dusun giyanti dikembangkan oleh Bapak Hadi Suwarno. Beliau yang memperkenalkan penari lengger perempuan dengan pengemasan yang menarik. Saat itu beliau mulai mengenalkan wayang orang, sehingga dalam mengembangkan topeng lengger pada grupnya, dikemas dengan unsur-unsur wayang orang dan pada setiap pertunjukannya menggunakan topeng sebagai karakteristik dalam setiap tahap tariannya.
Seni tidak ada yang benar-benar murni pasti ada pengaruh-pengaruhnya dan karena seni itu hasil dari urbanisasi, tetapi memiliki ciri-ciri atau karakter sesuai dengan masyarakat setempat. Hal ini yang menjadi tolak ukur perbandingan antara kesenian tradisional masyarakat satu dengan yang lainnya sudah pasti berbeda. 

B.  Kesenian
Kesenian adalah salah satu input yang terdapat dalam unsur-unsur kebudayaan. Seni dapat diartikan dalam aktifitas manusia, sedangkan kesenian  sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Dimanapun kesenian merupakan saalah satu perwujudan kebudayaan dan selalu mempunyai peranan tertentu didalam masyarakat yang menjadi ajangnya. Ditinjau dalam konteks kebudayaan, ternyata bahwa berbagai corak ragam kesenian yang ada di indonesia terjadi karena adanya lapisan-lapisan kebudayaan yang bertumpuk dari jaman ke jaman dan karena adanya berbagai lingkungan budaya yang hidup berdampingan dalam satu masa sekarang ini.
Ditinjau dalam konteks kemasyarakatan,ternyata bahwa jenis-jenis kesenian tertentu mempunyai kelompok-kelompok pendukung tertentu sehingga mempunyai fungsi-fungsi yang berbeda didalam kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda. Dengan demikian maka perubahan fungsi dan perubahan bentuk pada hasil-hasil seni dapat pula disebabkan oleh dinamika masyarakat (Sedyawati, 1986 : 4).
Rohidi (2000: 11) menjelaskan bahwa kesenian memberikan pedoman terhadap berbagai perilaku yang berhubungan dengan keindahan. Yang pada dasarnya mencakup kegiatan berapresiasi. Pertama, kesenian menjadi pedoman bagi pelaku, penampil, atau pencipta, untuk mengekspresikan kreasi artistiknya dan berdasarkan pengalamannya mereka mampu memanipulasi media untuk menyajikan suatu karya seni. Yang kedua kesenian memberikan pedoman kepada pemanfaat, pemirsa, atau penikmat untuk menyerap karya seni, dan berdasarkan pengalaman mereka dapat melakukan apresiasi dengan menyerap karya seni yang mengakibatkan tumbuhnya kesan-kesan estetik tertentu.
Dari beberapa pendapat diatas,hal tersebut juga sama dengan topeng lengger yang ada di dusun Giyanti, Wonosobo yang mempunyai ciri khas sebagai pembeda dengan kelompok topeng lengger lainnya. Namun demikian tetap mempertahankan tradisi daerahnya. Setiap kesenian tradisional dalam masyarakat tertentu, pasti memiliki suatu makna dan fungsi tertentu pula dalam lingkungan masyarakat tersebut.

C.  Topeng
Topeng merupakan visualisasi dari muka dewa, orang atau binatang. Visualisasi dari muka dewa, orang, atau binatang tersebut sudah mengalami perubahan bentuk atau deformasi sesuai imajinasi pembuatnya maupun sesuai kebiasaan daerah yang bersangkutan (Wuryanto, 1998 : 13).
Sejak sebelum agama islam hadir di Nusantara, Topeng menjadi kebutuhan spiritual, sebagai sarana dalam melaksanakan ritus-ritus keagamaan, kepercayaan, dan sebagai sarana pendidikan kaidah-kaidah moral dan etika yang sesuai dengan ajaran leluhur yang sejiwa dengan ajaran keagamaan dan kepercayaan (Wuryanto,1998 :20).
            Topeng juga berfungsi sebagai pelengkap dan sarana untuk meyelenggakan pertunjukan tari. Pertunjukan topeng merupakan simbolisasi dari tujuan hidup dan nafsu manusia yang kemudian oleh sunan kalijaga di visualisasikan dalam bentuk topeng sesuai peran dan penokohannya. Sehingga menghasilkan topeng dengan berbagai corak, warna, dan bentuk dengan karakter yang berbeda (Wuryanto, 1998 : 21-24).
Bentuk dan karakter topeng sangat dipengaruhi oleh bentuk mata, hidung dan mulut sebagai unsur pokok pada topeng itu sendiri secara keseluruhan. Akan tetapi dalam mengekspresikan pada topeng, setiap daerah mempunyai ciri-ciri yang berbeda (Wuryanto, 1998 : 30).

Makna Simbolik Topeng Lengger
Dalam topeng lengger ada beberapa bentuk mata , hidung, dan mulut yang menggambarkan karakternya, diantaranya :
1.      Bentuk mata
a.       Mata liyepan (mata gabahan), yaitu bentuk mata seperti kulit padi, berkarakter lembut, bijaksana, penyabar dan luhur budi pekertinya.
b.      Mata kedhelen, bentuk mata yang berkarakter jujur, tangkas, berani dan cerdas. Mata kedhelen berbentuk seperti biji kedelai.
c.       Mata dondongan, bentuk mata yang berkarakter keras kepala, agak kasar, tangguh, tetapi sifatnya kurang baik.mata ini berbentuk seperi buah kedondong.
d.      Mata plerokan, bentuk mata yang melirik., dan berkarakter genit, nakal dan agresif.
e.       Mata plelengan, yaitu bentuk mata yang berkarakter angkara murka, serakah, perkasa tetapi keji.
f.       Mata kiyeran, bentuk mata yang berkarakter culas, licik, tidak bisa dipercaya tetapi cerdas.
g.      Mata kelopan, bentuk mata yang berkarakter luhur, bijaksana, waskita, dan penyabar.
h.      Mata kero/juling, yaitu bentuk mata yang berkarakter humoris dan penyabar.
i.        Mata peten, bentuk mata yang berbentuk seperti petai, bersifat licik, curang, kurang terpuji.


2.      Hidung
a.       Hidung  walimiring, yaitu bentuk hidung yang menyerupai pisau kecil, untuk tokoh yang berkarakter halus budi pekertinya dan bijaksana.
b.      Hidung pangotan, yaitu bentuk hidung seperti pangot besar (pisau untuk membuat ukiran kayu), untuk karakter panas, kasar, dan biasanya mulut bertaring.
c.       Hidung bentulan, yaitu bentuk hidung seperti pangot sedang, untuk ksatria gagahan, tangkas dan berani.
d.      Hidung pisekan, yaitu bentuk hidung masuk kedalam atau pesek, bentuk karakter lucu, trengginas dan cekatan.
e.       Hidung terongan, yaitu bentuk hidung seperti terong. Bentuk karakter sombong,angkuh, tetapi humoris.
f.       Hidung belalai, yaitu bentuk hidung seperti belalai gajah. Menyimbolkan perpaduan antara raksasa dengan binatang buas.
g.      Hidung betet, yaitu bentuk hidung seperti burung betet. Untuk karakter licik, suka memihak, cerdik dan agak keji.
3.      Mulut
a.       Mulut mingkem yaitu bibir tertutup dan mempunyai karakter halus, lembut, jujur, dan berbudi luhur.
b.      Mulut susah, mempunyai karakter sedih, kurang bersemangat, penuh kasih sayang dan lembut. Hanya ada satu tokoh putri yaitu pada gondhang keli.
c.       Mulut mesem, yaitu bibir tersenyum rapat, mempunyai karakter periang, humoris, lincah, dan menyenangkan.
d.      Mulut gusen tertawa, yaitu bibir tersenyum terlihat giginya dan berkumis. Mempunyai karakter gagah, periang, tangkas dan penuh semangat. Biasanya untuk kesatria yang bijaksana dan pemberani.
e.       Mulut mrenges, bibir tertawa terlihat giginya dan bertaring, mempunyai karakter kasar, angkuh, trengginas, dan kejam.
f.       Mulut gusen njeber,yaitu bentuk mulut yang lucu mempunyai karakter penyabar, lucu, bijaksana, setia, dan penuh pengabdian.
g.      Mulut ngablak, yaitu bentuk mulut terbuka lebar dan bertaring. Mempunyai karakter kasar, murka, serakah, dan ingin menang sendiri. Biasanya untuk tokoh raksasa dan hewan buas.
4.      Warna dan simbol
a.       Warna putih, melambangkan sifat halus, jujur, rendah hati, penyabar dan bijaksana.
b.      Warna kuning, melambangkan sifat sombong, suka kemewahan, egois, dan tamak.
c.       Warna merah, melambangkan sifat kasar, pemarah, angkara murka, hanya mengandalkan nafsu, dan kasar tindak tanduknya.
d.      Warna hijau telur, melambangkan sifat lembut, tenang, baik budi, penyayang, tetapi pemurung, dan mudah cemas atau mudah susah.
e.       Warna hijau tua, melambangkan kesuburan, kegairahan hidup, kebersahajaan alami dan suka kedamaian.
f.       Warna hitam melambangkan kekuatan, keteguhan dan ketabahan.
g.      Warna orange melambangkan keangkuhan, kebodohan, sok tahu, tetapi humoris.
h.      Warna biru muda melambangkan sifat sadis, dingin, kejam, tak berperasaan, dan tidak mau terpengaruh situasi.
i.        Warna cokelat melambangkan sifat ambisius, ingin menang sendiri, tamak, tinggi hati, dan serakah.
Kesenian  merupakan hasil proses kreasi dari masyarakat. Ketika kesenian itu masih berfungsi bagi masyarakatnya, maka kesenian tersebut masih memiliki nilai bagi masyarakatnya, baik itu nilai sosial, nilai hiburan, nilai moral, nilai estetika, maupun nilai pendidikan.
Semakin berkembangnya jaman, kesadaran masyarakat terhadap fungsi kesenian rakyat sebagai media pendidikan justru semakin hilang. Yang mereka ketahui hanyalah sebagai tontonan dan hiburan saja. Padahal jika dipahami dan dihayati lebih dalam, kesenian rakyat disetiap daerah mempunyai arti dan fungsi penting bagi masyarakatnya. Selain sebagai tontonan atau hiburan, kesenian rakyat juga berfungsi sebagai media pendidikan. Hal ini merupakan alasan utama kesenian tradisional tetap dilestarikan dengan mengkaji maknanya.
Topeng lengger, sebagai karya seni yang di ciptakan oleh masyarakat, tentu memiliki tujuan yang berfungsi dalam kehidupannya. Topeng lengger yang dibutuhkan dan berfungsi bagi masyarakatnya, maka didalamnya mengandung berbagai nilai, sesuai dengan kemampuan masyarakatnya dalam memaknai.akan tetapi masyarakat sekarang yang belum dapat memahami makna atau nilai dibalik suatu karya seni. Fungsi topeng lengger pada masyarakat khususnya di dusun Giyanti, tidak hanya berfungsi sebagai hiburan saja tetapi juga sebagai sarana pendidikan. Hal itu menunjukan bahwa topeng lengger masih dibutuhkan oleh masyarakat pendukungnya karena kesenian tersebut masih berfungsi dan mengandung nilai yang sesuai dengan makna yang diberikan oleh masyarakatnya. Akan tetapi sebagian besar masyarakat hanya memaknai topeng lengger sebagai tontonan belaka.
Penyajian topeng lengger
Dalam penyajiannya topeng lengger terdiri dari banyak tahap dalam pementasannya. Bentuk pementasannya awalnya berpatokan pada parikan dan gending-gending lawas. Dengan gending-gending yang dihafalkan dan dimainkan oleh masyarakat masyarakat setempat kemudian masyarakat mencoba untuk membuat topengnya dalam setiap tahapnya. Berikut daftar tari topeng lengger yang ada dalam pertunjukan tari topeng lengger beserta nama topengnya :
No
Nama tari dan Nama Topengnya
No
Nama tari dan Nama Topengnya
1
Adu gones
29
Kethek ogling
2
Angger denok
30
Kinandi sandung
3
Ayak-ayak (midodaren)
31
Kinayakan
4
Bes kopyor
32
Marmadi
5
Blenderan
33
Marmoyo
6
Blindri
34
Melik-melik
7
Bribil
35
Mendung-mendung
8
Cakar kombang
36
Menyan putih
9
Cao gletak
37
Mugo-mugo
10
Criping kuning
38
Ndelor keong
11
Eling-eling
39
Panembahan
12
Gambyong lengger
40
Pitik walik
13
Godril
41
Rangsang tuban
14
Gondang keli
42
Rangu-rangu
15
Gondariya
43
Samiran
16
Gondho suli
44
Sarindoro
17
Gothak-gatik
45
Sendhor
18
Gunung sari
46
Siripithi
19
Ijo-ijo
47
Sontoloyo
20
Jangkrik genggong
48
Sulasih
21
Jemblung
49
Sumyar
22
Jentik manis
50
Surung dayung
23
Jurang jero
51
Suthang walang
24
Kaji-kaji
52
Waelul
25
Kebo giro
53
Walang jui
26
Kembang gadung
54
Waru rengkek
27
Kembang jagung
55
Yeye
28
Kembang jeruk
56


Jumlah topeng yang digunakan dalam tarian ini berjumlah 120 buah sesuai dengan jumlah tokoh dalam wayang. Hanya saja, tidak semua topeng digunakan dalam pertunjukan. Digunakan atau tidaknya sebuah topeng dalam pertunjukan sangat bergantung pada penimbal (pawang). Peran penimbal dalam tari ini sangat penting, dia berperan sebagai dalang dalam pertunjukan wayang kulit. Sebelum dimulai, penimbal akan menyerahkan sesaji dan membaca do’a agar pertunjukan berjalan lancar dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Setelah berdo’a, penimbal akan mempersilahkan penari masuk ke panggung. Disinilah penimbal mengatur topeng-topeng yang akan di tampilkan.
Topeng Lengger ini kental akan aroma mistik, namun bukan hanya semata-mata untuk memunculkan aroma seram, tapi lebih menekankan pada seni dan kebudayaan serta tradisi yang harus dilestarikan. Karena di dalam perkembangan zaman yang serba teknologi ini, banyak masyarakat di Kabupaten Wonosobo yang masih menjalankan seni tradisi serta kebudayaan di daerahnya. Hal demikian patut diapresiasi untuk meningkatkan kesadaran bahwa budaya lokal itu perlu dilestarikan dan dijaga.
Dalam pementasannya, topeng lengger juga tidak semuanya dipentaskan dalam pertunjukannya, biasanya hanya beberapa tarian disertai topengnya. Yang sering dijumpai topeng lengger juga mempunyai beberapa urutan dalam pertunjukannya . Topeng lengger ini mempunyai beberapa makna dan simbol yang terkandung dalam beberapa tahap pertunjukannya, Yaitu :
1.      Badadana
Babadana berasal dari kata babad yang berarti membersihkan dan dana berarti hutan. Babadana ini bermakna untuk pembuka meminta keselamatan penari lengger agar dalam pementasannya diberi keselamatan sampai acara selesai
2.      Sulasih
Tari ini dimulai oleh penari topeng pria, yang bermaksud untuk mengundang roh bidadari agar mau turun dan melindungi semua penari dalam pementasannya
3.      Kinayakan
Dalam babak ini penari menggunakan topeng halus (alusan) sebagai pembuka atau selamat datang kepada roh-roh .
4.      Bribil
Dalam tari ini penari menggunakan topeng thelengan agak gecul yang menggambarkan rasa cinta kasih menyimbolkan dayang turun bersatu dengan penari.
5.      Blenderan
Tari ini blenderan ini menyimbolkan tentang wanita yang sedang bersolek karena masih dalam perasaan rindu.
6.      Rangu-rangu
Penari menggunakan topeng gagahan, tetapi ritme nya agak kasar. Dan tarian ini menyimbolkan perasaan asmara yang begitu tinggi.
7.      Jangkrik genggong
Penari menggunakan topeng gagahan, gerakannya kasar dan lincah sampai penari tersebut lupa diri dan kemasukan roh. Tarian ini menyimbolkan tentang kesendirian dari putri sekar taji yang kabur karena menolak untuk dijodohkan oleh ayahnya yaitu prabu wijaya dengan prabu klono.
8.      Gondhang keli
Tarian ini menggambarkan tentang seseorang yang sedih meratapi nasibnya yang sebatang kara dan lupa diri sampai penari tersebut kemasukan ruh kabur kanginan. Tarian ini unik karena dalam tariannya penari memakan bunga mawar merah dan putih, minyak duyung dan bara api/api,bunga kantil untuk meminta sadar kembali.
9.      Sontoloyo
Penari topeng menggunakan topi,layaknya komando yang gagah berani. Menegaskan tentang pembawaan yang tegas dan berwibawa
10.  Kebogiro
Penari menggunakan topeng kerbau dan kemasukan roh kerbau yang ganas dan liar. Oleh karena itu berdasarkan gerakan dan gambaran tarian tersebut dinamakan tari kebo giro.
11.  Gending penutup
Merupakan gending yang digunakan untuk mengakhiri pementasannya.

D.    Pendidikan karakter
1.      Tujuan dan fungsi pendidikan karakter
Karakter Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan yang mencakup pendidikan nilai, budi pekerti, moral dan watak yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memberi keputusan baik-buruk, memelihara yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter Kementrian Pendidikan Nasional 2010-2014 revis2, 2011: 1). Berdasarkan penjelasan tersebut, mengingat sedemikian penting cakupan pendidikan karakter maka merupakan suatu keharusan proses pendidikan karakter mencakup totalitas potensi peserta didik, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Terkait dengan itu (dalam Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter: 2011) digambarkan totalitas psikologis dan sosiokultural ruang lingkup pendidikan karakter yang mencakup olah hati, olah pikir, olahraga dan olah rasa serta olah karsa. Pada ruang lingkup olah hati meliputi beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik. Ruang lingkup olah piker meliputi cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka, produktif, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta reflektif. Selanjutnya ruang lingkup olah raga meliputi bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, handal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria dan gigih. Sedangkan pada ruang lingkup olah rasa dan  karsa meliputi ramah, saling menghargai, toleran, peduli, suka menolong,gotong royong, nasionalis, kosmopoli, mengutamakan kepentingan umum, bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras dan beretos kerja.
Menurut Lickona (dalam Risa Rahayu pada Proceeding of The International Seminar on Character Education, 2011) pendidikan karakter adalah sebagai bentuk usaha yang disengaja untuk membantu seseorang dalam memahami, peduli dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti. Selanjutnya beliau juga menambahkan bahwa pendidikan karakter secara menyeluruh mencakup aspek pemikiran, perasaan dan perilaku. Berdasarkan penjelasan Lickona tersebur menggambarkan bahwa dalam pendidikan karakter melibatkan aspek pemikiran, perasaan dan perilaku. Melalui pendidikan karakter yang baik dan efektif tentunya pembentukan, pengembangan dan pemberdayaan ketiga aspek tersebut akan maksimal dan baik, dengan begitu maka seseorang akan mempunyai pemahaman yang baik terhadap suatu nilai-nilai yang berlaku dan dianggap baik oleh lingkungan dimana ia akan menyesuaikan diri.
Nilai-nilai yang dimaksud disini adalah nilai-nilai etika. Menurut Foerster (dalam Zaim Elmubarok: 2008) ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter yang memunginkan manusia melewati tahap individualitas menuju personalitas. Ciri-ciri dasar tersebut adalah keteratura interior, koherensi keberanian dan otonomi serta keteguhan dan kesetiaan. Pada keteraturan interior tindakan diukur berdasarkan tingkatan nilai. Melalui koherensi keberanian mengakibatkan seseorang memegang teguh prinsipnya, tidak mudah terombang-ambing pada situasi ataupun takut pada risiko yang mungkin terjadi. Selanjutnya ciri otonomi terlihat dari penilaian atas keputusan pribadi yang tidak terpengaruh dari desakan atau tekanan dri pihak lain. Pada ciri yang keempat, yaitu keteguhan dan kesetian, keteguhan sebagai daya tahan seseorang guna mengingini yang dipandang baik, sedangkan kesetiaan sebagai komitmen pada yang dipilih.
Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa pendidikan karakter bertujuan untuk menangkap nilai. Nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai dalam kehidupan pribadi dan interaksi sosial.
Pendidikan karakter berfungsi : 1) Membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural. 2) membangun peradaban bangsa yang cerdas,berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan umat manusia, mngembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik. 3) membangun sikap warga negara yang yang cinta damai, kreatif, mandiri dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni (kemendiknas, 2011: 7).

2.      Macam-macam nilai pendidikan karakter
Ada beberapa nilai tertentu yang terdapat disetiap pertunjukan tradisional secara Nilai-nilai pendidikan karakter dapat ditangkap manusia melalui berbagai hal diantaranya, melalui keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, media masa, dan sebagainya (kemendikbud, 2011:7). Termasuk melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya seni.  Topeng lengger juga berperan penting sebagai media pentransformasian sebuah nilai termasuk halnya nilai pendidikan karakter.
garis besar nilai-nilai yang terkandung dalam seni pertunjukan tradisional dapat digunakan sebagai : 1) media pendidikan. 2) media penerangan atau suatu wadah atau wahana untuk menyampaikan kritik sosial. 3) media hiburan atau tontonan ( sujarno,2003 : 47).
Dalam pembahasan ini, unit atau satuan tematiknya di dasarkan pada konsep yang mengklasifikasikan nilai pendidikan karakter menjadi empat: nilai pendidikan karakter hubungannya dengan Tuhan, nilai pendidikan karakter dengan diri sendiri, nilai pendidikan karakter dengan sesama, nilai pendidikan karakter dengan lingkungan dan kebangsaan (Asmani, 2011: 36-40). Landasan konseptual tersebutlah yang menjadi unit tematiknya.

Kandungan nilai-nilai pendidikan karakter dalam topeng lengger
Kesenian rakyat disetiap daerah mempunyai arti dan fungsi penting, bagi masyarakatnya. Selain sebagai tontonan dan hiburan kesenian rakyat juga berfungsi sebagai media pendidikan. Dalam hal ini topeng lengger di desa Giyanti, Wonosobo, selain berfungsi sebagai sarana hiburan juga mengandung nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dijadikan pembelajaran bagi masyarakat di sekitar maupun para pelaku kesenian tersebut. Nilai-nilai pendidikan karakter pada topeng lengger selain dapat dilihat pada unsur gerak, iringan atau musik, cakepan atau parikan, busana, juga bisa dilihat dari bentuk karakter topengnya dalam setiap pertunjukannya.
1.      Nilai pendidikan karakter hubungannya dengan Tuhan
Pada dasarnya manusia harus selalu berhubungan dengan Tuhan. Topeng lengger mengajarkan beberapa tuntunan moral yang merupakan bagian dari pendidikan karakter. Nilai karakter hubungannya dengan Tuhan bersifat religius, yang ditujukan untuk memperbaiki karakter individu yang berhubungan dengan Tuhan maupun kepercayaannya. Dalam setiap pementasannya, wujud nilai-nilai pendidikan karakter hubungannya dengan Tuhan atau religius meliputi taqwa kepada Tuhan, meningat Tuhan, menyembah Tuhan, memohon kepada Tuhan, dan bersyukur kepada Tuhan. Nilai pendidikan karakter yang berhubungan dengan Tuhan terlihat pada prosesi ritual sebelum pertunjukan pertunjukan dimulai.
Masyarakat di desa Giyanti, menganggap ritual sebagai wujud permohonan untuk keberkahan. Meskipun mayoritas masyarakat desa Giyanti beragama islam, mereka masih mempercayai hal tersebut. Dalam pertunjukan topeng lengger, ritual dianggap sebagai wujud permohonan untuk keberkahan dan kelancaran selama pertunjukan. Selain itu juga merupakan suatu ungkapan rasa sukur kepada Tuhan atas kesempatan dan riski yang diberikan. Oleh karena itu dalam prosesi ritual biasanya menggunakan sesaji yan terdiri dari macam-macam minuman, buah-buahan, sayuran, jajanan pasar, rokok, dan bunga. Sesaji diletakkan ditempat pertunjukan, biasanya ditempatkan dekat dengan topeng-topeng yang akan digunakan. Selain itu juga diletakkan di bawah alat musik gong.
Membakar dupa maupun kemenyan adalah salah satu kegiatan yang juga dilakukan dalam prosesi ritual. Dilihat dari asap yang mengepul keatas, mengajarkan bahwa kita harus menyembah yang diatas (Tuhan) sesuai kepercayaan. Meskipun pada kenyataannya Tuhan tidak diatas, melainkan ada dihati masing-masing umatnya.
2.      Nilai pendidikan karakter hubungannya dengan diri sendiri
Beberapa nilai pendidikan karakter bukan hanya pada syair, kostum, dan gerak tarian semata, tetapi juga pada karakter topengnya. Bentuk dan karakter topeng sangat dipengaruhi oleh bentuk mata, hitung dan mulut sebagai unsur pokok pada topeng itu (Wuryanto, 1998: 30).
Seperti halnya dalam topeng kinayakan termasuk dalam topeng gagahan, yang mempunyai karakter kesatria, jujur, tangkas, pemberani, dan cerdas. Nilai pendidikan karakter ini digambarkan bahwa sosok seorang pemimpin adalah sosok teladan bagi rakyatnya, harus mempunyai karakter ksatria, bijaksana, jujur, tangkas, pemberani, dan cerdas. Seorang laki-laki harus mempunyai karakter tersebut. Karena ia akan menjadi pemimpin dalam keluarganya.
Penggunaan topeng merupakan simbol pembatas hawa nafsu manusia. Ketika manusia tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya, maka ia akan terjerumus pada suatu keburukan. Hal itu tergambar pada penari topeng yang mengalami trance. Sikap kebijaksaan dalam mengendalikan hawa nafsu inilah termasuk dalam nilai pendidikan karakter.
3.      Nilai pendidikan karakter hungannya dengan sesama
Pada dasarnya manusia sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial, dengan cara hidup berdampingan dengan orang lain. Maka dari itu, sebagai makhluk sosial juga harus dapat menjalin dengan hubungan baik dengan bersikap baik dengan sesama.
Nilai pendidikan karakter hubungannya dengan sesama dalam topeng lengger adalah berupa kebersamaan, gotong royong, kerjasama, toleransi, sopan santun, dan cinta damai. Nilai-nilai tersebut terlihat jelas dalam pementasannya, dari mulai persiapan sebelum pentas sampai selesainya pementasan topeng lengger tersebut.
4.      Nilai pendidikan karakter hubungannya dengan kebangsaan
Generasi penerus bangsa yang dapat membangun bangsa dengan baik adalah generasi yang berkarakter baik. Nilai pendidikan karakter hubungannya dengan bangsa dapat berupa nasionalis dan cinta tanah air. Hal ini bisa dilihat dari syair dalam pementasan yang berbunyi :
Timun sigarane, ayo mbangun negarane
Tuku brambang sak sen lima, Berjuang labuh negara
Kembang menur semebar ing pinggir sumur,
Ayo kanca pada sing jujur dimen negarane makmur.
(Terjemahan :
Belahan mentimun, ayo membangun negara
Membeli bawang merah satu sen dapat lima, berjuang membela negara.
Bunga menur tersebar di pinggir sumur,
Ayo teman bersikaplah jujur agar neganya makmur.)
#syair pada topeng lengger kinayakan
Beberapa syair yang berbentuk parikan diatas, mengajarkan tentang nilai-nilai pendidikan karakter hubungannya dengan kebangsaan, yaitu semangat kebangsaan dan cinta tanah air. Dengan harapan dapat memajukan serta membela bangsa dan negara. Penanaman sikap nasionalis dan cinta tanah air pada pada generasi muda merupakan bentuk pendidikan karakter.
Penutup
A.  Kesimpulan
Berdasarkan kesimpulan yang sudah dijabarkan diatas terkandung nilai-nilai pendidikan karakter. Bahwa topeng lengger Giyanti Wonosobo selain sebagai hiburan atau tontonan semata juga mengajarkan tentang nilai-nilai yang terkandung sesuai dengan kearifan lokal sehingga dapat menjadikan Pembelajaran bagi masyarakat luas maupun para pelaku kesenian tradisional tersebut. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam kesenian topeng lengger,dapat diklasifikasikan sebagai nilai pendidikan karakter hubungannya dengan Tuhan, diri sendiri, sesama, dan kebangsaan.
Dalam nilai-nilai pendidikan karakter kesenian topeng lengger hubungannya dengan Tuhan, yaitu dengan cara bertaqwa, menyembah, dan memohon hanya kepada Tuhan, serta selalu bersyukur kepada Tuhan.
Dalam nilai-nilai pendidikan karakter hubungannya dengan diri sendiri dalam topeng lengger yaitu mengajarkan agar setiap individu dapat mengutamakan pendidikan untuk pribadinya. Pendidikan dalam hal ini menanamkan kebiasaan yang baik, merasakan dengan bak, dan berperilaku yang baik.
Dalam nilai-nilai pendidikan karakter hubungannya dengan sesama, yaitu mengajarkan bahwa manusia membutuhkan orang lain dan membiasakan berbuat baik terhadap sesama. Nilai tersebut berupa ramah, menjalin kebersamaan, dan bekerja sama dengan orang lain maupun masyarakat sekitar.
Dalam nilai-nilai pendidikan karakter hubungannya dengan kebangsaan, topeng lengger mengajarkan sebagai warga negara yang baik agar mempunyai semangat kebangsaan dan mencintai tanah airnya. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam topeng lengger tersebut sangat berperan dalam pembentukan kepribadian bangsa yang bermartabat dan berkarakter.

B.  Saran
Berdasarkan paparan diatas penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :
1.      Untuk pelaku kesenian topeng lengger, khususnya di desa Giyanti Wonosobo, agar selalu memberikan pembinaan kepada generasinya mengenai penggunaan gerak dan properti pada setiap tarian harus menyesuaikan karakter topeng pada setiap babaknya.
2.      Untuk pelaku kesenian topeng lengger juga dalam menyajikan kesenian tersebut tidak hanya sekedar menyajikan saja, tetapi juga memahami dengan baik nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
3.      Untuk penikmat seni, bukan hanya menhadiri untuk menonton atau sebagai hiburan semata, tetapi bisa memahami dan memaknai suatu nilai-nilai yang terkandung pada pementasan topeng lengger tersebut.
Daftar pustaka
Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. Buku panduan internalisasi pendidikan karakter sekolah. Yogyakarta. Diva Press.
Kementrian Pendidikan Nasional Badan Peneliti Dan Pengembangan Pusat Kurikulum Dan Perbukuan. 2011. Panduan pelaksaan pendidikan karakter. Jakarta : Puskurbuk.
Koesoema A, Doni. 2007. Pendidikan karakter strategi mendidik anak di zaman global. Jakarta : PT Grasindo.
Rohendi Rohidi, tjetjep Dkk. 1994. Pendekatan sistem sosial budaya dalam pendidikan. Semarang : IKIP Semarang Press.
Rohendi Rohidi, tjetjep. 2000. Kesenian dalam pendekatan kebudayaan. Bandung : STISI Press Bandung.
Sedyawati, Edi. 1984. Press tari, tinjauan dari berbagai segi. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya.
Sujarno.2003. seni pertunjukan tradisional , nilai, fungsi, dan tantangannya. Yogyakarta. Kementrian kebudayaan dan pariwisata.
Wuryanto, Agus. 1998. Topeng lenggeran di kabupaten wonosobo.skripsi S1. Yogjakarta: jurusan seni murni fakultas seni rupa institut seni indonesia Yogyakarta.