Rabu, 18 November 2020

( GENDUREN ) AKULTURASI BUDAYA JAWA ISLAM DI DESA PUCUNG KEREP, KECAMATAN KALIWIRO,WONOSOBO

 ( GENDUREN ) 

AKULTURASI BUDAYA JAWA ISLAM DI DESA PUCUNG KEREP, KECAMATAN KALIWIRO,WONOSOBO

 

Masyarakat jawa atau tepatnya suku bangsa jawa, secara antropologi budaya adalah orang yang di dalam kehidupan kesehariannya menggunakan bahasa jawa dengan berbagai ragam dialeknya secara turun temurun. Masyarakat jawa sejak zaman prasejarah memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme. Mereka beranggapan bahwa dalam benda-benda atau tumbuhan tersebut memiliki kekuatan gaib. Kebudayaan yang ada di masyarakat jawa sebelum datangnya agama di tanah jawa yaitu bagaimana cara mereka menghormati para leluhur mereka dengan cara memberikan sesaji lewat upacara-upacara kedaerahan sesuai dengan kepercayaan mereka.

Kebudayaan dalam masyarakat dimulai dengan fakta bahwa setiap individu mempunyai buah budi atas harkat dan martabatnya yang beradab yang dituangkan oleh rasa, karsa dan hasilnya kebudayaan. Kebudayaan merupakan suatu bentuk nyata dari hasil buah budi oleh masyarakat yang beradab, dan masyarakat menjadi bukti terhadap adanya kebudayaan. Kenyataan kebudayaan ada dalam masyarakat terlihat di dalam aktivitas individu-individu untuk memenuhi kebutuhanya secara lahiriah maupun batiniah dan diperlihatkan oleh hubungan interaksinya yang kompleks dalam tata kehidupan. Kebudayaan merupakan suatu kebutuhan integrative manusia, yaitu suatu kebutuhan manusia sebagai makluk pemikir, bermoral dan bercita rasa. Di desa pucung kerep ini, alkulturasi kebudayaan sebagai hasil dari buah budi manusia yang berasa, karsa dan cipta oleh adanya interaksi sosial maupun individu dalam percampuran dua etnis kebudayaan yaitu Jawa dan islam.

Dengan populasi terbesar di indonesia dengan sebagian besar masyarakatnya masih memegang begitu kuat tradisi lama menjadi masyarakat jawa salah satu objek kajian menarik dalam mengungkap sisi budaya, adat, dan kehidupan beragamanya. Selain itu, telah begitu banyak catatan sejarah yang menjadikan masyarakat jawa sebagai tokoh utama sejarah itu. Mulai dari sejarah perkembangan hindu-budha, penguasa nusantara pertama yaitu majapahit, islamisasi indonesia hingga pada tataran perjuangan perebutan kemerdekaan dan pengendali utama kehidupan bernegara hingga saat ini.

Tidak dapat dipungkiri masyarakat jawa menjadi hal yang dominan di negeri ini. Dengan corak sebagian besar  masyarakatnya yang mengasih memegang kuat prinsip tradisional maka masyarakat jawa masih kental dengan secratisme yang menarik untuk di pelajari khususnya akulturasinya dengan kaidah kehidupan islam.

Etis atau etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti sikap yang menjadi kebiasaan dalam kamus besar bahasa indonesia etika berarti ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta berkaitan dengan hak dan kewajiban.Masyarakat jawa adalah masyarakat yang benar-benar menjunjung tinggi etika dalam setiap interaksi kehidupan. Etika masyarakat jawa bukan tumbuh berasal dari kebudayaan islam, melainkan telah ada dan berkembang dari masa pra-Hindu. Masyarakat jawa memegang dengan kuat prinsip beretika dalam setiap interkasi karena prinsip inilah yang menjadi kunci kerukunan dan kesatuan masyarakat jawa.

Tradisi genduren atau selamatan, yang merupakan tradisi yang turun temurun dari masyarakat Jawa kuno, hingga kini masih banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat pucung kerep, wonosobo. Pada tarap tertentu bahkan dapat dikatakan bahwa tradisi genduren masih mendominasi struktur berpikir sebagian besar masyarakat wonosobo, sehingga tradisi ini masih dilakukan dalam konteks bersukur dengan cara memberikan makanan kepada masyarakat yang dating pada acara tersebut.

Dalam buku Pengantar Ilmu Antropologi karangan Koentjaraningrat (2002:227) Ada juga proses perkembangan kebudayaan umat manusia pada umumnya dan bentuk-bentuk kebudayaan yang sederhana, hingga bentuk-bentuk yang makin lama makin kompleks, yaitu evolusi kebudayaan (cultural evolution). Kemudian ada proses penyebaran kebudayaan-kebudayaan secara geografi, terbawa oleh perpindahan bangsa-bangsa di muka bumi, yaitu proses difusi (diffusion). Proses lain adalah proses belajar unsur-unsur kebudayaan asing oleh warga suatu masyarakat , yaitu alkulturasi (acculturation) dan asimilasi (assimilation).

Alkulturasi kebudayaan adalah proses perpaduan antara dua kebudayaan atau lebih sehinga menghasilkan bentuk kebudayaan baru, tetapi unsur-unsur penting dari kebudayaan lama dan kebudayaan baru tersebut masih terlihat. Hal tersebut bisa terjadi jika kedua kebudayaan atau lebih tersebut tidak terjadi keantagonisan ataupun pertentangan, tetapi terjadi interaksi yang melahirkan beberapa kebudayaan yang baru sebagai bentuk perpaduan.

Proses difusi perpindahan kebudayaan masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia pada dasarnya dilakukan dengan jalan damai melalui beberapa jalur/saluran yaitu melalui perdagangan seperti yang dilakukan oleh pedagang Arab, Persia dan Gujarat. Pada Awal abad XVIII agama Islam sudah mulai berkembang luas didaerah Wonosobo. Seorang tokoh penyebar agama Islam yang sangat terkenal masa itu adalah Kyai Asmarasufi yang dikenal pula sebagai menantu Ki Wiroduta salah seorang penguasa Wonosobo. Kyai Asmarasufi pendiri masjid Dukuh Bendosari dipercaya sebagai "Cikal Bakal" atau tokoh yang kemudian menurunkan para ulama islam dan pemilik Pondok Pesantren terkenal yang ada di Wonosobo.

“Arthur Reginarld Radcliffe-Browen dalam Ihromi (2006:61) merasa bahwa berbagai aspek perilaku sosial, bukanlah berkembang untuk memuaskan kebutuhan individual, tapi justru timbul untuk mempertahankan struktur sosial masyarakat. Menurut Arthur struktur sosial dari suatu masyarakat adalah seluruh jaringan dari hubungan-hubungan sosial yang ada.” 

Bagi masyarakat Muslim Wonosobo, genduren diartikan sebagai; Pertama, selamatan waktu panen hasil bumi. genduren merupakan bagian dari tradisi slametan di Jawa, sementara puncak dari acara slametan adalah makan bersama atau dibawakan suatu makanan yang dibungkus dalam wadah (berkat). Genduren diartikan sebagai tradisi melestarikan budaya leluhur dan berarti sedekah kepada sesama. Adapun genduren dilihat dari perspektif teologis masyarakat wonosobo, ditemukan bahwa; pertama, genduren baik dalam bentuknya yang asli atau sudah terislamisasi adalah tradisi jawa (kejawen) yang mempunyai nilai-nilai kemusyrikan (syirik), sehingga harus dihapus dan dihilangkan. Kedua, genduren yang sudah diisi dengan nilai-nilai keislaman, seperti sedekah, pengajian, shalawatan, dzikiran, manaqiban, dan khataman adalah perbuatan Islami. dan diperbolehkan, tidak ada unsur syirik, khurafat, dan takhayulnya. Ketiga, genduren dalam bentuk aslinya yang masih percaya pada roh nenek moyang adalah bagian dari kekayaan budaya Jawa yang harus dilestarikan, karena merupakan cara sesepuh Jawa dahulu mendidik masyarakat menjadi lebih baik dan beradab.

 Adanya akulturasi Islam dengan budaya Jawa pada genduren terlihat dalam ; Pertama, penggunaan peci dan pakaian yang pantas untuk ibadah yang dipakai oleh peserta genduren. Kedua, ritual potong rambut yang dalam Islam disebut tahallul, yang disunahkan bagi para jama’ah haji dan anak kecil yang diakekahi. Ketiga, bacaan-bacaan dalam prosesi genduren yang menggunakan kata-kata basmalah, syahadat, tahlil dan hauqalah. Keempat, adanya sedekah (sesaji) dalam genduren yang sama seperti shadaqah dalam Islam. Kelima, Tatacara genduren yang sudah bergeser dari bentuk aslinya dengan menaruh sesaji di pohon-pohon besar maupun tempat yang dianggap sakral menjadi pengajian, shalawatan, dzikiran, dan manaqiban.   

Dari fenomena tersebut ada hubungan terstruktur antara kebudayaan Jawa dan Islam yang melahirkan alkulturasi kebudayaan baru tetapi ciri-ciri kebudayaan lama masih dipertahankan dan saling berfungsi antara kebudayaan lama dan kebudayaan baru dalam masyarakat. Fungsi dari alkulturasi kebudayaan baru tersebut dalam masyarakat jawa,khususnya di pucung kerep, kaliwiro, wonosobo adalah sebagai tata laku sosial saat ini dari masyarakat penganut dan pendukungnya.


 Daftar Pustaka

 

· Abuddin, Nata.2001.Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

 

· Jazuli, M. 2011. SOSOLOGI Seni “Pengantar dan Model Studi Seni”. Surakarta: Program Buku Teks Lembaga Pengambangan Pendidikan UNS.

 

· Koentjaraningrat. 2002. PENGANTAR ILMU ANTROPOLOGI. Jakarta : PT. RINEKA CIPTA.

· PaEni, Muklis. 2009. SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA “SENI RUPA DAN DESAIN”. Jakarta: Kharisma Putra Utama Offset.

· Rityzer, George. 1992. Sosiologi Seni Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar